Penulis: Chindi Astriyani & Risna Putri Saraswati (Sastra Inggris, Universitas Negeri Semarang)

Kendal– Abrasi yang terjadi di Pantai Ngebum, Kendal, semakin parah akibat perubahan alam yang terjadi secara alami. Kenaikan permukaan air laut dan gelombang yang semakin kuat menjadi penyebab utama kerusakan pesisir yang terus berlanjut.

Jasa Backlink

Faktor Alam yang Mempengaruhi Abrasi di Pantai Ngebum

Pantai Ngebum menghadapi ancaman abrasi yang semakin memburuk, dan kondisi alam menjadi penyebab utamanya. Salah satu faktor penting yang berperan dalam proses abrasi adalah kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global. Data dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC, 2021) menunjukkan bahwa permukaan laut global telah meningkat rata-rata 3,7 mm per tahun sejak 2006. Di wilayah Indonesia, khususnya pantai utara Jawa, kenaikan ini bahkan bisa mencapai 6 mm per tahun karena kombinasi antara penurunan muka tanah dan peningkatan volume air laut.

Selain itu, gelombang laut yang semakin kuat akibat perubahan pola angin dan tekanan atmosfer turut memperparah abrasi. Gelombang tinggi di Laut Jawa rata-rata meningkat 10–15% dalam dua dekade terakhir (BMKG, 2023), membuat garis pantai Pantai Ngebum semakin tergerus.

Menurut penelitian oleh Gornitz (2009) dalam The Journal of Coastal Research, kenaikan permukaan laut menjadi salah satu faktor dominan dalam memperburuk abrasi pesisir, dengan dampak yang semakin jelas terlihat pada daerah pesisir yang terkena gelombang besar dan arus yang berubah.

Dampak Abrasi terhadap Ekosistem Pesisir dan Kehidupan Warga

Abrasi parah di Pantai Ngebum telah mengancam ekosistem pesisir, seperti terumbu karang dan hutan mangrove yang berfungsi sebagai pelindung alami pantai. Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (2022), sekitar 40% kawasan mangrove di pesisir utara Jawa telah mengalami kerusakan dalam sepuluh tahun terakhir.

Dampaknya juga dirasakan oleh warga sekitar yang menggantungkan hidup dari hasil laut. Abrasi menyebabkan hilangnya lahan tambak, perahu sulit bersandar, dan hasil tangkapan menurun. Menurut survei warga lokal pada 2023, 65% nelayan di Desa Mororejo melaporkan penurunan pendapatan lebih dari 30% dalam dua tahun terakhir akibat abrasi.

Penyebab Gelombang Laut yang Semakin Kuat di Pantai Ngebum

Perubahan iklim global telah memengaruhi pola angin dan tekanan atmosfer di Samudera Pasifik dan Hindia, yang berdampak pada kekuatan gelombang laut di wilayah Indonesia. Di Pantai Ngebum, data dari BMKG menunjukkan bahwa frekuensi gelombang setinggi lebih dari 2 meter meningkat 18% selama periode 2015–2022.

Fenomena ini mempercepat kerusakan pantai karena energi gelombang yang lebih besar menyebabkan tanah pesisir lebih mudah tergerus. Bahkan dalam kondisi cuaca ekstrem, abrasi bisa mencapai lebih dari 3 meter per tahun.

Hemer et al. (2013) dalam International Journal of Climatology mengungkapkan bahwa peningkatan intensitas dan frekuensi gelombang laut secara global berkaitan erat dengan perubahan iklim dan mempercepat abrasi pesisir.

Peran Kenaikan Permukaan Laut dalam Proses Abrasi

Kenaikan permukaan laut mempercepat proses abrasi dengan membanjiri zona pasang surut lebih dalam dan lebih sering. Dalam laporan National Geographic Indonesia (2023), wilayah pesisir Pantai Ngebum telah mengalami penyusutan lahan hingga 15 meter sejak tahun 2010. Hal ini berdampak serius terhadap ekosistem dan infrastruktur di sekitar pantai.

Namun, asumsi yang berkembang di masyarakat bahwa abrasi ini disebabkan oleh aktivitas pabrik di sekitar pesisir tidak sepenuhnya tepat. Meskipun aktivitas industri dapat memberi dampak pada lingkungan, hasil pengamatan dan kajian menyatakan bahwa faktor dominan abrasi di Ngebum bersifat alamiah. Penelitian dari LIPI (2020) menunjukkan bahwa di kawasan tersebut, lebih dari 75% abrasi dipicu oleh faktor klimatologis dan hidrodinamika laut.

Upaya Pemulihan Pesisir yang Terancam Abrasi

Sebagai respons terhadap abrasi, berbagai upaya rehabilitasi telah dilakukan di Pantai Ngebum. Salah satunya adalah penanaman kembali mangrove di lahan yang rusak. Hingga 2024, pemerintah daerah Kendal telah menanam sekitar 12.000 bibit mangrove bekerja sama dengan komunitas lokal dan LSM lingkungan.

Selain itu, struktur pemecah gelombang (breakwater) juga mulai dibangun di beberapa titik untuk memperlambat laju abrasi. Kegiatan edukasi dan pelibatan masyarakat dalam konservasi pesisir pun terus digalakkan.

Murdock et al. (2011) dalam Environmental Management menunjukkan bahwa pengelolaan ekosistem mangrove sangat efektif dalam memperlambat abrasi dan meningkatkan keberlanjutan wilayah pesisir.

Masyarakat Harus Berperan dalam Menanggulangi Abrasi Pantai

Masyarakat sekitar Pantai Ngebum juga memiliki peran penting dalam upaya menanggulangi abrasi. Dengan kesadaran dan partisipasi aktif, mereka dapat membantu menjaga keberlanjutan pesisir dan ekosistemnya. Kegiatan seperti pembersihan sampah di pantai, penanaman pohon mangrove, dan pembuatan struktur penahan gelombang dapat menjadi langkah awal yang efektif dalam meminimalkan dampak abrasi. Kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga lingkungan sangat penting dalam menjaga kelestarian pesisir Ngebum.

Stojanovic dan Oliver (2008) dalam Journal of Coastal Conservation menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pesisir, yang terbukti dapat mempercepat pemulihan dan mengurangi dampak lingkungan negatif akibat abrasi.

References:

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. (2021). Laporan tahunan perubahan iklim Indonesia. BMKG.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. (2020). Statistik sumber daya laut dan pesisir. KKP RI.

Gornitz, V. (2009). Sea level rise, after the ice melted and today. Journal of Coastal Research, 53, 5–14.

Nicholls, R. J., & Cazenave, A. (2010). Sea-level rise and its impact on coastal zones. Science, 328(5985), 1517–1520. https://doi.org/10.1126/science.1185782