Penulis : Indra Lesmana 6670220015

Di Provinsi Banten Khususnya Kabupaten Lebak, Kecamatan Cilograng, terdapat wilayah adat Kasepuhan Cipinang yang dipimpin oleh ketua adat yaitu Abah Juanda. Kasepuhan ini memiliki keunggulan dalam ketahanan pangan melalui pengelolaan leuit, lumbung padi tradisional yang berperan penting dalam menjaga ketersediaan pangan, terutama karena letaknya yang jauh dari perkotaan. Keunikan masyarakat adat ini terletak pada larangan menjual padi, karena padi dianggap sakral sebagai titisan (Dewi Sri), simbol kesuburan. Sebagai bentuk penghormatan, mereka membangun leuit sebagai tempat penyimpanan padi yang berfungsi menjaga keberlangsungan pangan masyarakat Kasepuhan Cipinang.

Simbol Kesakralan Padi

Masyarakat adat Kasepuhan Cipinang  memiliki aturan yang melarang penjualan padi, beras, atau hasil panen sejenis. Larangan ini berakar pada tradisi yang memuliakan padi sebagai sumber kehidupan dan simbol Dewi sri. Padi dianggap sakral, sehingga masyarakat menjaga dan menghormatinya dengan menyimpannya di leuit, lumbung padi tradisional. Aturan ini juga memperkuat nilai gotong royong, karena jika ada warga yang kehabisan beras, mereka dapat mengambil padi dari leuit komunal. Dengan cara ini, masyarakat Kasepuhan memastikan ketersediaan pangan tetap terjaga dan kesejahteraan bersama tetap terpelihara.

Jenis leuit

Masyarakat Kasepuhan Cipinang memiliki dua jenis leuit, yaitu leuit rurukan, yang dimiliki bersama, dan leuit pribadi milik warga. Setiap warga diwajibkan menyisihkan dua pocong padi dari hasil panennya untuk disimpan di leuit rurukan. Aturan ini memastikan padi selalu tersedia di leuit. Leuit ukuran sedang mampu menampung 1.500–2.000 ikat padi, dengan berat sekitar 3 kilogram per ikat, sedangkan leuit besar seperti milik Kasepuhan dapat menampung hingga 4.000 ikat. Untuk konsumsi sehari-hari, warga menggunakan sisa panen tahun lalu, dan jika kekurangan, mereka dapat meminjam padi dari leuit adat.

Media Tanam

Masyarakat Kasepuhan Cipinang  menanam padi menggunakan dua jenis media, yaitu sawah dan huma. Sawah memiliki sistem pengairan yang dikelola oleh bidang pengairan Kasepuhan, Sementara itu, huma atau ladang bergantung pada air hujan dan biasanya ditanami padi serta tanaman lain seperti jagung dan ubi. Di Kasepuhan Cipinang , tradisi menanam padi telah diwariskan turun-temurun.

Jenis Padi

Seiring waktu, mereka mampu mengembangkan varietas padi baru melalui persilangan alami, mempertahankan ketahanan pangan serta keanekaragaman hayati di lingkungan mereka.Bibit padi yang diambil dari leuit yang sama berpotensi tercampur, menyebabkan berbagai varietas padi tumbuh dalam satu petak sawah. Padi yang ditanam di Kasepuhan memiliki batang lebih besar dan tinggi, dengan rata-rata mencapai satu meter serta menghasilkan bulir yang lebih banyak. Sebagian besar merupakan varietas asli Kasepuhan Cipinang

Dengan menanam berbagai jenis padi lokal, masyarakat Kasepuhan Cipinang secara tidak langsung berhasil mencapai swasembada beras. Leuit bukan hanya simbol penghormatan kepada Dewi Sri, tetapi juga berperan dalam ketahanan pangan. Sistem ini mendorong masyarakat untuk menyimpan padi di leuit dan mengelola konsumsi secara bijak.