Dalam dunia bisnis, merek menjadi salah satu aset yang sangat penting untuk membangun identitas dan kepercayaan konsumen terhadap suatu produk atau layanan. Namun, penggunaan merek yang tidak tepat bisa berujung pada sengketa hukum yang merugikan. Salah satu mekanisme yang digunakan untuk menghindari hal ini adalah prosedur penolakan pendaftaran merek (trademark objection filing procedure). Proses ini memberi kesempatan bagi pihak yang merasa dirugikan untuk menyampaikan keberatan terhadap pendaftaran merek yang dianggap melanggar haknya.
Prosedur penolakan pendaftaran merek diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Dalam aturan ini, setiap orang memiliki hak untuk mengajukan keberatan terhadap pendaftaran merek yang diajukan oleh pihak lain. Tujuan dari prosedur ini adalah untuk memastikan bahwa merek yang didaftarkan tidak bertentangan dengan merek yang sudah ada dan dapat mengganggu kepentingan publik serta pelaku usaha.
Salah satu contoh kasus yang menarik perhatian adalah perselisihan antara Lexus, merek mobil ternama milik Toyota Motor Corporation, dengan ProLexus, sebuah perusahaan lokal. Pada tahun 2017, Lexus mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap ProLexus karena dianggap menggunakan nama yang mirip dengan merek Lexus, sehingga menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen. Namun, pengadilan memutuskan bahwa gugatan Lexus telah kedaluwarsa karena diajukan pada Desember 2013, sedangkan ProLexus telah mendaftarkan mereknya sejak September 2000. Keputusan ini menunjukkan pentingnya memahami prinsip “first to use” dan “first to file” dalam pendaftaran merek.
Prinsip “first to use” dan “first to file” merupakan dua dasar utama dalam sistem pendaftaran merek. Prinsip “first to use” mengacu pada siapa yang lebih dulu menggunakan merek tersebut dalam perdagangan, sementara “first to file” mengacu pada siapa yang lebih dulu mendaftarkan merek tersebut ke lembaga terkait. Kedua prinsip ini saling melengkapi dan membantu menentukan siapa yang memiliki hak eksklusif atas merek tersebut.
Dalam praktiknya, setelah pengajuan pendaftaran merek dilakukan, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJKI) akan mengumumkan aplikasi tersebut melalui Surat Kabar Resmi Merek dalam waktu 15 hari sejak penerimaan aplikasi. Pengumuman ini berlangsung selama 2 bulan, baik secara elektronik maupun non-elektronik. Selama periode ini, siapa pun dapat mengajukan keberatan tertulis kepada DJKI terhadap aplikasi pendaftaran merek. Untuk mengajukan keberatan, pemohon harus melampirkan bukti-bukti yang mendukung klaimnya, seperti bukti penggunaan merek sebelumnya atau data lain yang relevan.
Kriteria merek yang tidak dapat didaftarkan atau harus ditolak diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016. Contohnya, merek yang sama atau mirip dengan merek yang sudah ada, merek yang tidak memiliki ciri khas, atau merek yang bersifat menyesatkan. Setelah keberatan diajukan, DJKI akan melakukan pemeriksaan substantif dan membuat keputusan apakah merek dapat didaftarkan atau ditolak.
Untuk menghindari sengketa merek, pelaku usaha disarankan untuk memahami secara mendalam bisnis yang mereka jalani, termasuk kelas barang dan jasa yang terkait dengan merek. Selain itu, melakukan pencarian awal di database hak kekayaan intelektual DJKI dapat membantu mengidentifikasi merek yang sudah ada. Registrasi merek secara langsung juga penting untuk memastikan bahwa merek tersebut tidak disalahgunakan oleh pihak lain. Monitoring berkala di dunia bisnis juga diperlukan agar jika terjadi plagiarisme, tindakan cepat dapat diambil.
Selain itu, penggunaan asisten digital seperti Digital Business Assistant (DiBA) dan Digital Legal Assistant (DiLA) dapat membantu pengusaha dalam mengelola kebutuhan hukum dan administratif. DiBA menyediakan layanan draft dan review kontrak, daftar hak cipta, pajak, dan akunting, sedangkan DiLA fokus pada draft dan review kontrak serta daftar hak cipta. Kedua layanan ini memberikan solusi efisien dan cepat tanpa ribet.
Pentingnya pendaftaran merek tidak hanya terletak pada perlindungan hukum, tetapi juga pada kepercayaan konsumen dan reputasi bisnis. Tanpa pendaftaran merek, bisnis bisa terancam oleh sengketa hukum yang tidak perlu dan biaya yang besar. Oleh karena itu, pelaku usaha disarankan untuk memahami dan memanfaatkan prosedur pendaftaran merek secara optimal.
Untuk informasi lebih lanjut tentang prosedur pendaftaran merek dan layanan hukum terkait, Anda dapat menghubungi Kontrak Hukum. Kami siap membantu Anda dalam menjalankan bisnis dengan aman dan nyaman. [LINK: https://www.kontrakhukum.com/layanan/intellectual-property]
Prinsip Dasar dalam Pendaftaran Merek
Dalam pendaftaran merek, dua prinsip utama yang harus dipahami adalah “first to use” dan “first to file”. Prinsip “first to use” mengacu pada siapa yang lebih dulu menggunakan merek dalam perdagangan, sementara “first to file” mengacu pada siapa yang lebih dulu mendaftarkan merek tersebut ke lembaga terkait. Kedua prinsip ini saling melengkapi dan membantu menentukan siapa yang memiliki hak eksklusif atas merek tersebut.
Prinsip “first to use” berarti bahwa siapa yang lebih dulu menggunakan merek dalam perdagangan, maka ia dianggap memiliki hak atas merek tersebut. Sementara itu, prinsip “first to file” mengacu pada siapa yang lebih dulu mendaftarkan merek ke DJKI. Dengan prinsip ini, pendaftaran merek menjadi langkah penting untuk melindungi hak kepemilikan merek.
Prosedur Penolakan Pendaftaran Merek
Setelah pengajuan pendaftaran merek dilakukan, DJKI akan mengumumkan aplikasi tersebut melalui Surat Kabar Resmi Merek dalam waktu 15 hari sejak penerimaan aplikasi. Pengumuman ini berlangsung selama 2 bulan, baik secara elektronik maupun non-elektronik. Selama periode ini, siapa pun dapat mengajukan keberatan tertulis kepada DJKI terhadap aplikasi pendaftaran merek.
Untuk mengajukan keberatan, pemohon harus melampirkan bukti-bukti yang mendukung klaimnya, seperti bukti penggunaan merek sebelumnya atau data lain yang relevan. Kriteria merek yang tidak dapat didaftarkan atau harus ditolak diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016. Contohnya, merek yang sama atau mirip dengan merek yang sudah ada, merek yang tidak memiliki ciri khas, atau merek yang bersifat menyesatkan.
Tips Menghindari Sengketa Merek
Untuk menghindari sengketa merek, pelaku usaha disarankan untuk memahami secara mendalam bisnis yang mereka jalani, termasuk kelas barang dan jasa yang terkait dengan merek. Selain itu, melakukan pencarian awal di database hak kekayaan intelektual DJKI dapat membantu mengidentifikasi merek yang sudah ada. Registrasi merek secara langsung juga penting untuk memastikan bahwa merek tersebut tidak disalahgunakan oleh pihak lain.
Monitoring berkala di dunia bisnis juga diperlukan agar jika terjadi plagiarisme, tindakan cepat dapat diambil. Selain itu, penggunaan asisten digital seperti Digital Business Assistant (DiBA) dan Digital Legal Assistant (DiLA) dapat membantu pengusaha dalam mengelola kebutuhan hukum dan administratif. DiBA menyediakan layanan draft dan review kontrak, daftar hak cipta, pajak, dan akunting, sedangkan DiLA fokus pada draft dan review kontrak serta daftar hak cipta. Kedua layanan ini memberikan solusi efisien dan cepat tanpa ribet.
Pentingnya Pendaftaran Merek
Pentingnya pendaftaran merek tidak hanya terletak pada perlindungan hukum, tetapi juga pada kepercayaan konsumen dan reputasi bisnis. Tanpa pendaftaran merek, bisnis bisa terancam oleh sengketa hukum yang tidak perlu dan biaya yang besar. Oleh karena itu, pelaku usaha disarankan untuk memahami dan memanfaatkan prosedur pendaftaran merek secara optimal.
Untuk informasi lebih lanjut tentang prosedur pendaftaran merek dan layanan hukum terkait, Anda dapat menghubungi Kontrak Hukum. Kami siap membantu Anda dalam menjalankan bisnis dengan aman dan nyaman. [LINK: https://www.kontrakhukum.com/layanan/intellectual-property]






