Pada awal tahun 2025, isu kesehatan masyarakat kembali menjadi perhatian publik setelah Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengonfirmasi adanya kasus penyakit cacar monyet atau monkeypox di wilayah DKI Jakarta. Dua kasus konfirmasi yang terjadi dalam waktu dekat menunjukkan bahwa penyakit ini mulai menyebar ke negara-negara Asia Tenggara. Meskipun angka penularannya masih relatif rendah, masyarakat tetap diimbau untuk waspada dan memperhatikan gejala serta cara penularannya. Penyakit ini tidak hanya menjadi ancaman kesehatan, tetapi juga memicu kekhawatiran akan dampak sosial dan ekonomi jika tidak segera ditangani dengan tepat.
Penyakit cacar monyet pertama kali dikenal pada abad ke-20, namun baru-baru ini kembali menjadi perhatian global setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan darurat kesehatan masyarakat internasional (PHEIC). Penyebab utamanya adalah virus Orthopoxvirus yang menular melalui berbagai jalur, termasuk kontak langsung dengan penderita, benda yang terkontaminasi, atau hewan tertentu. Meski belum ada vaksin yang secara luas digunakan, tindakan pencegahan seperti isolasi dan penggunaan alat pelindung diri tetap menjadi kunci untuk menghentikan penyebaran.
Dalam konteks Indonesia, kasus yang teridentifikasi menunjukkan bahwa wabah ini bisa saja muncul dari luar negeri. Pemerintah dan lembaga kesehatan telah mengambil langkah-langkah antisipasi, termasuk melakukan surveilans dan edukasi kepada masyarakat. Namun, pentingnya kesadaran individu dan komunitas dalam menjaga kebersihan serta menghindari kontak dengan orang yang memiliki gejala serupa tetap menjadi prioritas utama.
Sejarah dan Asal Usul Penyakit Cacar Monyet
Cacar monyet pertama kali ditemukan pada tahun 1958 saat wabah penyakit mirip cacar menyerang monyet yang digunakan untuk penelitian. Setahun kemudian, kasus pertama yang menjangkit manusia dilaporkan di Republik Demokratik Kongo. Sejak saat itu, penyakit ini terus muncul di beberapa negara Afrika Tengah dan Barat, seperti Kamerun, Republik Afrika Tengah, Pantai Gading, dan Nigeria.
Meski awalnya terbatas di wilayah Afrika, penyakit ini akhirnya menyebar ke luar benua tersebut. Pada tahun 2022, WHO mengumumkan bahwa cacar monyet telah menjadi darurat kesehatan masyarakat internasional. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah kasus yang signifikan, termasuk di Eropa dan Amerika. Perlu diketahui bahwa penyakit ini tidak menular secara mudah seperti flu biasa, tetapi risiko penularan meningkat jika seseorang memiliki kontak dekat dengan penderita.
Kementerian Kesehatan RI juga memberikan informasi bahwa virus cacar monyet termasuk dalam genus Orthopoxvirus dalam famili Poxviridae. Virus ini memiliki kemampuan untuk bertahan di lingkungan tertentu, sehingga penting bagi masyarakat untuk menjaga kebersihan dan menghindari tempat-tempat yang berpotensi terkontaminasi.
Cara Penularan Penyakit Cacar Monyet
Penyakit cacar monyet dapat menular melalui berbagai cara, baik antar manusia, hewan, maupun benda-benda yang terkontaminasi. Berikut adalah beberapa metode penularan yang umum terjadi:
- Antar-Manusia: Penularan bisa terjadi melalui kontak langsung seperti berbincang, hembusan napas, atau hubungan seksual. Jarak dekat antara penderita dan orang lain meningkatkan risiko penularan.
- Hewan: Penularan bisa terjadi ketika seseorang berburu, menguliti, atau memasak hewan yang terinfeksi. Hewan seperti tikus dan monyet sering menjadi pembawa virus.
- Benda: Penularan bisa terjadi melalui benda-benda seperti sprai, pakaian, atau jarum yang terkontaminasi.
- Ibu Hamil: Ibu hamil yang terinfeksi dapat menularkan virus kepada bayi yang belum lahir, sehingga sangat penting untuk menjaga kesehatan selama masa kehamilan.
WHO merekomendasikan agar masyarakat menghindari kontak fisik dengan orang yang terinfeksi dan menjaga kebersihan diri. Vaksinasi juga bisa menjadi alternatif untuk mencegah infeksi, terutama bagi mereka yang berisiko tinggi.
Gejala yang Sering Terjadi
Gejala cacar monyet biasanya muncul dalam waktu tujuh hari setelah terpapar, tetapi bisa juga muncul dalam jangka waktu satu hingga 21 hari. Beberapa gejala yang umum terjadi antara lain:
- Ruam kulit yang dimulai sebagai luka dan berkembang menjadi melepuh dengan cairan di dalamnya.
- Demam dan sakit kepala.
- Nyeri otot dan nyeri punggung.
- Pembengkakan kelenjar getah bening.
- Rasa lemas dan lesu.
- Sakit tenggorokan.
Ruam kulit biasanya muncul di area seperti telapak tangan, telapak kaki, wajah, mulut, dan area genital. Lesi kulit ini bisa menyebabkan rasa gatal atau nyeri. Selain itu, beberapa penderita juga mengalami pembengkakan di area rektum atau kesulitan buang air kecil.
Gejala ini biasanya berlangsung selama dua hingga empat minggu, tetapi bisa lebih lama pada penderita dengan sistem imun yang lemah. Penting untuk segera menghubungi tenaga medis jika gejala muncul, terutama jika ada riwayat kontak dengan penderita atau perjalanan ke daerah yang terkena wabah.
Langkah Pencegahan dan Pengendalian
Untuk mencegah penyebaran cacar monyet, pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam menjalankan langkah-langkah pencegahan. Berikut adalah beberapa tindakan yang bisa dilakukan:
- Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang gejala dan cara penularan penyakit.
- Membatasi kontak dengan penderita, terutama jika ada gejala yang mencurigakan.
- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan, seperti mencuci tangan secara rutin dan membersihkan permukaan yang sering disentuh.
- Melakukan vaksinasi bagi kelompok berisiko tinggi, seperti petugas kesehatan dan pekerja di bidang hewan.
- Meningkatkan koordinasi antara lembaga kesehatan dan pihak berwenang untuk melakukan surveilans dan respons cepat.
Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan bahwa informasi yang diberikan kepada masyarakat akurat dan mudah dipahami. Dengan demikian, masyarakat tidak akan merasa panik, tetapi tetap waspada dan mengambil tindakan yang tepat.
Peran Media dan Edukasi Masyarakat
Media memiliki peran penting dalam menyebarkan informasi tentang cacar monyet. Dengan menggunakan platform media sosial, berita, dan siaran langsung, masyarakat dapat dengan mudah memperoleh informasi terkini tentang penyakit ini. Selain itu, edukasi melalui seminar, kampanye kesehatan, dan poster di tempat umum juga bisa membantu meningkatkan kesadaran masyarakat.
Edukasi masyarakat juga perlu dilakukan secara terus-menerus, terutama di daerah-daerah yang rawan terkena wabah. Dengan memahami penyakit ini, masyarakat dapat mengenali gejala dini dan segera mengambil tindakan. Selain itu, masyarakat juga perlu diberi pemahaman bahwa tidak semua ruam kulit adalah cacar monyet, dan perlu konsultasi dengan dokter jika ragu.
Dalam situasi seperti ini, penting bagi masyarakat untuk tidak terlalu khawatir, tetapi tetap waspada. Dengan kombinasi edukasi, pencegahan, dan respons cepat, penyakit cacar monyet bisa diatasi tanpa menimbulkan kepanikan yang berlebihan.