Daily Nusantara, Tangerang — Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Tangerang Tahun 2025 kembali menuai sorotan. Center for Budget Analysis (CBA) mendesak agar proses pengadaan pemerintah daerah diaudit secara menyeluruh, menyusul dugaan kuat rekayasa dalam tender pembangunan Sarana dan Prasarana RSUD Panunggangan Barat senilai hampir Rp30 miliar. Aparat Penegak Hukum (APH) diminta tidak bersikap pasif.

Menurut CBA, proses tender proyek rumah sakit tersebut menyimpan kejanggalan serius sejak tahap awal. Dari total 68 perusahaan yang terdaftar sebagai peserta, hanya dua yang benar-benar masuk dalam persaingan harga. Sementara itu, 66 peserta lainnya dinyatakan gugur secara massal tanpa penjelasan yang terbuka dan dapat diverifikasi publik.

Kondisi tersebut menimbulkan dugaan kuat bahwa mekanisme lelang hanya bersifat administratif dan formalitas belaka, bukan kompetisi yang sehat sebagaimana diamanatkan dalam prinsip pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Koordinator Center for Budget Analysis, Jajang Nurjaman, mengungkapkan bahwa proses evaluasi terhadap puluhan peserta yang gugur tidak disertai keterangan detail mengenai alasan administrasi, teknis, maupun kualifikasi. “Ini bukan sekadar kelalaian, melainkan pelanggaran serius terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas. Tender bernilai besar semestinya membuka ruang persaingan seluas-luasnya, bukan menyingkirkan hampir seluruh peserta tanpa alasan yang jelas,” ujarnya kepada duta.co, Rabu (24/12/25).

Dari aspek harga, CBA juga menemukan pola yang patut dipertanyakan. Dua peserta yang lolos evaluasi mengajukan penawaran di kisaran 92 hingga 93 persen dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS), dengan selisih nilai yang sangat tipis. Menurut CBA, kondisi ini mengindikasikan tidak adanya persaingan harga yang wajar dan memperkuat dugaan bahwa batas penawaran telah “diatur” dalam zona aman sejak awal proses tender.

Situasi tersebut semakin menguatkan dugaan terjadinya persaingan semu yang berpotensi melanggar ketentuan pengadaan pemerintah sekaligus prinsip persaingan usaha sehat.

CBA juga menyoroti aspek efisiensi anggaran yang dinilai jauh dari optimal. Dengan jumlah peserta yang mencapai puluhan perusahaan, seharusnya pemerintah daerah memiliki peluang besar memperoleh penawaran terbaik dengan efisiensi signifikan. Namun, realitas menunjukkan sebaliknya: tingkat efisiensi yang dicapai relatif kecil dan tidak sebanding dengan skala persaingan yang diklaim terjadi.

Berdasarkan temuan-temuan itu, CBA menilai proses tender pembangunan RSUD Panunggangan Barat tidak mencerminkan pengadaan yang jujur, adil, dan kompetitif. Proyek tersebut patut diduga telah diarahkan untuk memenangkan pihak tertentu melalui mekanisme evaluasi yang tidak transparan dan cenderung menyingkirkan peserta lain secara sistematis.

Atas dasar itu, CBA menyampaikan sejumlah tuntutan. Pertama, dilakukan audit menyeluruh terhadap seluruh tahapan tender oleh aparat pengawas internal maupun eksternal. Kedua, dibukanya seluruh dokumen evaluasi administrasi, teknis, dan kualifikasi kepada publik. Ketiga, pemeriksaan dugaan persaingan semu dan persekongkolan tender oleh lembaga berwenang. Keempat, evaluasi total terhadap kinerja panitia pengadaan serta pihak-pihak terkait dalam proyek RSUD tersebut.

“Proyek fasilitas kesehatan menyangkut kepentingan publik yang sangat luas. Tidak boleh ada toleransi terhadap praktik pengadaan bermasalah. Pemerintah daerah wajib bertanggung jawab penuh atas setiap rupiah uang rakyat yang dibelanjakan,” tegas Jajang Nurjaman dalam rilis resminya.