Siapa sih yang nggak ingat masa kejayaan tim Liquid ID? Buat para penikmat Mobile Legends, khususnya di Indonesia, nama Liquid ID sempat jadi fenomena besar yang benar-benar mengguncang scene kompetitif. Mereka bukan sekadar tim pendatang baru, tapi juga pembawa harapan baru. Dengan roster yang mayoritas berisi pemain muda dari MDL, Liquid ID justru sukses mencatatkan sejarah manis di MPL Indonesia Season 14.
Bahkan, mereka hampir saja membawa pulang trofi dunia di M6 World Championship. Dalam waktu singkat, Liquid ID berubah dari “tim kejutan” menjadi ikon hype baru di komunitas Mobile Legends Indonesia. Namun, seperti halnya banyak cerita di dunia olahraga dan esport, kejayaan itu tidak bertahan lama.
Seiring waktu, performa Liquid ID meredup. Dari tim yang ditakuti lawan, mereka perlahan berubah menjadi tim yang kesulitan mencari konsistensi. Hingga di MPL ID Season 16, perjalanan mereka mencapai titik terendah: setengah musim berlalu tanpa kemenangan sekalipun. Pertanyaan besar pun muncul: apa sebenarnya yang salah dengan Liquid ID? Mari kita kupas lebih dalam.
Season 14: Era Kejayaan Sang Underdog
Jika kita mundur ke MPL Season 14, perjalanan Liquid ID bisa dibilang luar biasa. Awalnya, mereka bahkan diragukan banyak pihak. Line up campuran antara pemain lama dan rookie membuat orang mengira Liquid ID tak akan mampu bersaing di papan atas.
Bahkan, di week pertama mereka menelan kekalahan telak. Banyak analis menilai performa Liquid ID tidak menjanjikan. Namun, manajemen tim justru mengambil langkah berani: menurunkan dua pemain inti ke MDL dan mengganti mereka dengan tiga rookie, yaitu YSQL, Favian, dan Widi, yang langsung bergabung bersama Aran dan Iron Ciki di roster utama MPL.
Keputusan itu sempat dianggap gila, karena artinya Liquid ID menurunkan tim yang hampir seluruhnya diisi wajah baru di panggung MPL. Tapi justru itulah titik baliknya.
Mulai dari minggu kedua, Liquid ID tampil seperti tim yang benar-benar berbeda. Mereka memenangkan 12 dari 14 pertandingan di regular season. Identitas permainan pun terbentuk: agresif, solid secara chemistry, dan penuh kejutan. Ditambah dengan aksi ikonik Iron Ciki, rookie flamboyan yang bukan hanya mencuri perhatian lewat gameplay, tapi juga personality yang nyentrik.
Kehadiran Liquid ID kala itu bukan hanya soal menang, tapi juga hiburan. Mereka bikin pertandingan lebih seru, jadi bahan obrolan komunitas, bahkan menciptakan momen-momen ikonik yang viral.
Puncaknya, mereka berhasil mengalahkan RRQ Hoshi di final MPL Season 14 lewat laga dramatis dengan skor tipis 4-3. Sejarah tercipta: Liquid ID resmi menjadi juara MPL Indonesia.
Tidak berhenti di situ, mereka melanjutkan tren positif hingga ke M6 World Championship, di mana mereka sukses mencapai final. Meski akhirnya harus puas sebagai runner-up, pencapaian ini tetap luar biasa mengingat mayoritas pemain baru saja naik dari MDL.
Season 14 pun dikenang sebagai masa kejayaan Liquid ID. Dari underdog, mereka naik ke panggung dunia.
Season 15: Titik Balik Penurunan
Setelah cerita manis di season 14, banyak yang percaya Liquid ID akan melanjutkan dominasinya. Tapi kenyataan jauh berbeda. Season 15 justru menjadi awal keterpurukan.
Di regular season, performa mereka menurun drastis. Liquid ID hanya mampu finis di posisi keenam klasemen, jauh di bawah ekspektasi. Di playoff, mereka langsung tumbang di hari pertama setelah dikalahkan ONIC Esports.
Padahal, di luar MPL, Liquid ID mendapat kepercayaan besar. Mereka ditunjuk sebagai wakil Indonesia di IESF 2025 dan juga dipercaya tampil di SEA Games 2025. Harapan fans pun masih tinggi, menganggap season 15 hanyalah “batu sandungan kecil.”
Namun, jika ditelusuri lebih dalam, masalahnya ternyata lebih kompleks.
1. Tekanan Eksternal
Sejak diumumkan sebagai wakil Indonesia, para pemain Liquid ID mendapat beban ekspektasi besar. Menurut laporan Reza Valevi (dikutip dari Dunia Games), para pemain mulai overthinking. Alih-alih bermain lepas, mereka justru terbebani untuk tampil sempurna. Tekanan psikologis ini membuat eksekusi permainan mereka kacau.
2. Masalah Internal Roster
Perbedaan performa antara pemain inti juga jadi sorotan. Saat Iron Ciki tampil, gaya permainan Liquid terasa lebih hidup. Namun ketika digantikan Kyu di gold lane, performa tim anjlok. Dampaknya, pemain lain seperti Widi, yang biasa jadi inisiator, sering ragu-ragu saat memulai team fight. Hal ini menimbulkan dugaan adanya gesekan internal dan masalah komunikasi.
3. Komunikasi yang Lemah
Favian, jungler utama tim, secara terbuka mengakui bahwa komunikasi mereka lemah. Padahal, dalam game seperti Mobile Legends, komunikasi adalah fondasi utama. Akibatnya, gameplay Liquid ID jadi tidak konsisten: kadang agresif, kadang kehilangan arah.
Semua faktor ini menjadikan season 15 bukan sekadar kegagalan sementara, melainkan sinyal jelas penurunan performa.
Season 16: Dari Harapan Bangkit ke Jurang Keterpurukan
Masuk ke MPL ID Season 16, fans berharap Liquid ID bangkit. Apalagi roster terlihat lebih meyakinkan. Kabuki kembali ke tim, sementara Joe ditambahkan di posisi jungler. Di atas kertas, komposisi ini solid.
Namun kenyataan justru lebih pahit. Hingga pertengahan musim, Liquid ID belum mencatat satu kemenangan pun.
Manajemen mencoba melakukan perubahan. Misalnya, menggeser Favian dari jungler ke midlaner. Namun, hasilnya nihil. Tim tetap gagal total.
Puncak keterpurukan terjadi saat menghadapi ONIC Esports di week 4. Liquid ID tampil seperti tim tanpa nyawa. Di game pertama mereka kalah 10-0, lalu di game kedua malah 12-0 tanpa bisa mendapatkan satu kill pun. Kekalahan telak ini jadi sorotan besar komunitas Mobile Legends.
Banyak yang membandingkan Liquid ID dengan Aura Fire di masa lalu—tim yang pernah jadi bulan-bulanan sebelum akhirnya bangkit. Bahkan, Godiva, mantan pemain Aura Fire, ikut angkat bicara dengan sindiran pedas. Menurutnya, masalah Liquid bukan sekadar soal gameplay, melainkan mentalitas dan sikap: star syndrome.
Godiva menyebut bahwa baik pemain, manajemen, pelatih, hingga analis Liquid ID terlalu cepat merasa hebat setelah sekali juara. Alih-alih berkembang, mereka justru terlena.
Analisis: Apa yang Sebenarnya Salah dengan Liquid ID?
Melihat perjalanan Liquid ID dari season 14 hingga 16, kita bisa menarik beberapa kesimpulan:
-
Lonjakan Terlalu Cepat
Kejayaan instan di season 14 membuat mereka cepat berada di puncak. Namun, keberhasilan itu tidak diiringi dengan sistem yang kokoh. Tanpa fondasi kuat, sulit menjaga konsistensi. -
Manajemen Tekanan
Ekspektasi besar dari fans dan tanggung jawab internasional membuat pemain tidak lagi bermain lepas. Tekanan mental menjadi faktor besar yang menghancurkan chemistry tim. -
Komunikasi Internal yang Rapuh
Komunikasi yang buruk di dalam game jelas terlihat. Tapi lebih dari itu, ada indikasi masalah komunikasi di luar game—antara pemain, pelatih, dan manajemen. -
Star Syndrome
Sindiran Godiva mungkin terdengar keras, tapi ada benarnya. Banyak tim esport hancur karena terlalu cepat puas dengan pencapaian awal. Alih-alih belajar, mereka terlena dan kehilangan rasa lapar untuk berkembang.
Masa Depan Liquid ID: Bisa Bangkit atau Hanya Jadi “One Season Wonder”?
Pertanyaan besar sekarang: apakah Liquid ID masih bisa bangkit?
Fans mungkin mulai kehilangan harapan, tapi secara teori, peluang itu selalu ada. Mereka masih punya roster dengan individu berbakat. Namun, butuh perubahan mendasar:
-
Rebuilding Mental: Pemain harus kembali ke mindset underdog, lepas dari beban ekspektasi.
-
Perbaikan Komunikasi: Baik dalam maupun luar game, komunikasi harus ditata ulang.
-
Manajemen Lebih Tegas: Perlu pemimpin yang bisa mengendalikan ego pemain, agar tidak terjebak star syndrome.
-
Strategi Jangka Panjang: Alih-alih mencari hasil instan, Liquid harus membangun sistem seperti ONIC dan RRQ yang punya konsistensi.
Jika perubahan ini tidak dilakukan, besar kemungkinan cerita Liquid ID akan berakhir tragis: dari juara MPL, finalis M6, menjadi tim yang hanya dikenang karena kejayaan singkat.
Penutup
Kisah Liquid ID adalah cermin betapa kerasnya dunia esport. Kejayaan bisa datang dengan cepat, tapi juga bisa hilang dalam sekejap. Dari juara MPL Season 14 hingga titik nadir di Season 16, perjalanan mereka penuh pelajaran: tentang mental, komunikasi, manajemen, hingga bahaya star syndrome.
Kini, semua mata tertuju pada mereka. Apakah Liquid ID akan bangkit, atau tenggelam selamanya sebagai “one season wonder”?
Yang jelas, cerita Liquid ID akan tetap menjadi bagian penting dalam sejarah Mobile Legends Indonesia—baik sebagai kisah inspiratif, maupun peringatan keras bagi tim lain.