Penulis: Nanda Krisdayanti, Mahasiswa FISIP Universitas Wiraraja

Daily Nusantara, Opini – Kepulauan Kangean, yang secara administratif merupakan bagian dari Kabupaten Sumenep, Madura, memiliki karakteristik geografis berupa wilayah kepulauan yang tersebar, sehingga menimbulkan tantangan signifikan dalam pengembangan infrastruktur, khususnya sektor transportasi. Sebagai respons terhadap permasalahan konektivitas ini, pemerintah menginisiasi layanan bus DAMRI dengan tujuan meningkatkan aksesibilitas dan menstimulasi pertumbuhan ekonomi regional.

Akan tetapi, implementasi program DAMRI di Kangean menemui kendala akibat kondisi infrastruktur jalan yang suboptimal. Kerusakan jalan yang meluas dan ketidaklayakan jalan bagi operasional bus mengakibatkan hambatan dan inefisiensi dalam pelaksanaan layanan. Lebih lanjut, munculnya keberatan dari masyarakat mengindikasikan adanya perbedaan persepsi terkait prioritas pembangunan, dengan argumen bahwa perbaikan infrastruktur jalan seharusnya didahulukan sebelum pengoperasian layanan bus.

Jasa Backlink

Dalam menganalisis kasus ini, teori yang dipakai adalah Teori Pembangunan Menurut David Korten  yang Berpusat pada Masyarakat (People-Centered Development). Teori ini menekankan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan. Pembangunan seharusnya tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada peningkatan kualitas hidup, keadilan sosial, dan keberlanjutan lingkungan. Menurut teori ini, pembangunan yang berhasil adalah pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat, serta melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan implementasi program.

Teori pembangunan menurut David Korten dapat dikaitkan dengan kasus diatas yang pertama : Ketidaksesuain dengan kebutuhan masyarakat, Kedua: Kurangnya partisipasi masyarakat, dan Ketiga : Prioritas yang tidak tepat sasaran. Meskipun investasi transportasi ini pada awalnya bertujuan untuk meningkatkan konektivitas dan menstimulasi pertumbuhan ekonomi, implementasinya mengabaikan kondisi infrastruktur dasar yang merupakan kebutuhan mendesak bagi masyarakat.

Keputusan untuk mengoperasikan bus DAMRI tanpa melakukan perbaikan infrastruktur jalan yang memadai mencerminkan defisiensi dalam partisipasi dan konsultasi dengan masyarakat lokal. Konsekuensinya, program ini menjadi kurang efektif dan memicu kekecewaan serta konflik kepentingan, di mana masyarakat merasakan adanya ketidaksesuaian antara aspirasi mereka dan program yang diimplementasikan oleh pemerintah.

Studi kasus DAMRI Kangean memberikan implikasi signifikan mengenai urgensi implementasi pendekatan pembangunan yang berpusat pada masyarakat. Investasi di sektor transportasi, seperti penyediaan layanan bus DAMRI, berpotensi menjadi instrumen efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan konektivitas regional.

Akan tetapi, keberhasilan investasi tersebut sangat bergantung pada ketersediaan infrastruktur dasar yang memadai serta partisipasi aktif masyarakat dalam tahapan perencanaan dan implementasi program. Pemerintah disarankan untuk memprioritaskan perbaikan infrastruktur jalan sebelum mengoperasikan layanan bus, serta mengintegrasikan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan guna memastikan program pembangunan selaras dengan kebutuhan dan aspirasi lokal. Dengan demikian, pembangunan dapat mencapai efektivitas yang lebih tinggi, berkelanjutan, dan memberikan manfaat yang terukur bagi masyarakat setempat.