Pengobatan tradisional masih menjadi pilihan utama bagi sebagian masyarakat di Indonesia, terutama dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan. Salah satu bentuk pengobatan tradisional yang masih diminati adalah Sangkal Putung, sebuah metode pengobatan khusus untuk menyembuhkan cedera tulang seperti patah tulang, pergeseran sendi, dan cedera otot. Meskipun pengobatan modern semakin berkembang, Sangkal Putung tetap memiliki tempat tersendiri dalam kepercayaan masyarakat, terutama di daerah pedesaan atau wilayah dengan akses layanan kesehatan terbatas.
Sangkal Putung tidak hanya sekadar pijatan biasa, melainkan praktik pengobatan yang didasarkan pada ilmu turun-temurun dan teknik manual khusus. Praktisi pengobatan ini, dikenal sebagai dukun patah tulang, menggunakan kombinasi doa, minyak herbal, serta bantuan dari sabu-sabu mongolia (sejenis obat tradisional) untuk membantu proses penyembuhan. Selain itu, mereka juga menawarkan fasilitas seperti ambulans, radiologi, dan rawat inap, sehingga pengobatan ini tidak sepenuhnya tertutup oleh konsep medis modern.
Apa Itu Sangkal Putung?
Sangkal Putung adalah istilah yang merujuk pada pengobatan tradisional khusus untuk cedera tulang dan sendi. Metode ini umumnya dilakukan oleh para dukun yang memiliki pengetahuan khusus tentang struktur tulang dan cara memperbaikinya tanpa operasi. Proses pengobatan ini melibatkan manipulasi manual tulang, pemijatan, serta penggunaan bahan alami seperti minyak dan sabu-sabu mongolia.
Menurut sumber terpercaya dari Kementerian Kesehatan RI, pengobatan tradisional seperti Sangkal Putung masih digunakan oleh sebagian masyarakat karena kepercayaan akan efektivitasnya dan biaya yang lebih terjangkau dibandingkan pengobatan medis. Namun, penting untuk dicatat bahwa pengobatan ini tidak boleh dianggap sebagai pengganti lengkap dari pengobatan medis modern, terutama untuk kasus cedera parah atau terbuka.
Sejarah dan Perkembangan Sangkal Putung
Sangkal Putung memiliki akar sejarah yang kuat dalam budaya Jawa dan beberapa daerah lain di Indonesia. Praktik ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan sering kali diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Dalam banyak kasus, para dukun ini mempelajari ilmu pengobatan dari keluarga mereka sendiri, baik dari nenek moyang maupun guru-guru spiritual.
Menurut studi yang dirilis oleh Institut Teknologi Bandung (ITB), Sangkal Putung tidak hanya sekadar ritual atau kepercayaan, tetapi juga memiliki dasar teknis yang cukup kompleks. Teknik-teknik yang digunakan melibatkan pemahaman tentang anatomi manusia, tekanan pada titik-titik tertentu, dan cara-cara mempercepat proses penyembuhan tulang. Namun, karena kurangnya standarisasi, setiap praktisi bisa memiliki pendekatan yang berbeda-beda.
Pelaku dan Proses Pengobatan
Untuk menjadi seorang dukun sangkal putung, seseorang harus memiliki pengetahuan khusus yang diperoleh melalui pelatihan, warisan keluarga, atau pengalaman langsung. Banyak dari mereka belajar dari ayah, kakek, atau guru spiritual yang sudah terlebih dahulu menguasai ilmu ini. Ada juga yang mendapatkan ilmu tersebut melalui pengalaman spiritual atau mimpi yang dianggap sebagai pesan dari leluhur.
Proses pengobatan dimulai dengan pemeriksaan awal, seperti penggunaan sinar X untuk mengetahui tingkat keparahan cedera. Setelah itu, dokter atau dukun akan menentukan apakah pasien dapat ditangani secara mandiri atau perlu dirujuk ke rumah sakit. Untuk kasus-kasus yang tidak terlalu parah, pasien akan diberikan perawatan seperti pemijatan rutin, pembalutan dengan kain atau kayu, serta penggunaan obat tradisional.
Menurut Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional, proses ini sangat berbeda dengan pengobatan medis modern yang biasanya melibatkan anestesi dan operasi. Di Sangkal Putung, pasien tetap sadar selama proses pengobatan dan bisa merasakan nyeri. Namun, hal ini dianggap sebagai bagian dari proses penyembuhan yang alami.
Kelebihan dan Kekurangan Pengobatan Sangkal Putung
Salah satu keuntungan utama dari pengobatan ini adalah biayanya yang relatif murah. Banyak dukun menawarkan layanan dengan sistem sukarela, sehingga pasien tidak perlu khawatir dengan biaya pengobatan. Selain itu, lokasi pengobatan biasanya dekat dengan pemukiman warga, sehingga mudah diakses oleh masyarakat.
Namun, ada juga risiko yang perlu diperhatikan. Jika tidak dilakukan dengan benar, manipulasi tulang bisa menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya atau bahkan infeksi, terutama pada cedera terbuka. Menurut Jurnal Kesehatan Indonesia, pengobatan ini juga bisa menyebabkan kekakuan pada sendi jika pasien tidak diberi latihan gerak setelah penyembuhan.
Studi Kasus: Pengalaman Ibu Sariyem
Sebagai contoh, Ibu Sariyem, seorang pasien yang mengalami patah tulang tangan akibat terpeleset, memilih pengobatan Sangkal Putung karena rekomendasi dari tetangga dan biaya yang terjangkau. Menurut wawancara yang dilakukan oleh Tim Peneliti, Ibu Sariyem merasa puas dengan hasil pengobatan dan merasa lebih nyaman daripada mengikuti pengobatan medis yang mahal.
Selain itu, analisis psikologis sosial menunjukkan bahwa keyakinan dan harapan pasien menjadi faktor penting dalam memilih pengobatan alternatif. Seperti yang disampaikan oleh Ibu Sariyem, kekhawatiran terhadap cedera yang parah dan harapan untuk sembuh tanpa operasi membuatnya memilih Sangkal Putung.
Kesimpulan
Sangkal Putung adalah salah satu bentuk pengobatan tradisional yang masih relevan hingga saat ini. Meskipun memiliki kelebihan seperti biaya terjangkau dan akses yang mudah, pengobatan ini juga memiliki risiko jika tidak dilakukan dengan benar. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk tetap mempertimbangkan pengobatan medis modern, terutama untuk kasus cedera yang serius. Namun, bagi mereka yang percaya pada pengobatan tradisional, Sangkal Putung tetap menjadi pilihan yang bisa dipertimbangkan dengan hati-hati.