Dalam era globalisasi, memulai usaha di Indonesia semakin menarik berkat adanya regulasi yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Salah satu langkah penting dalam membangun bisnis adalah memahami peraturan hukum dan prosedur administratif yang diperlukan. Dengan demikian, pelaku usaha dapat menjalankan aktivitasnya secara legal dan efisien. Di tengah tantangan ini, banyak perusahaan atau individu mencari bantuan dari layanan hukum digital yang terpercaya untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi.
Salah satu aspek penting dalam pembentukan sebuah usaha adalah pemilihan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha) yang tepat. KBLI merupakan klasifikasi industri yang digunakan sebagai dasar pengajuan izin usaha dan pendaftaran perusahaan. Pemilihan KBLI yang benar sangat penting karena akan memengaruhi jenis perizinan, pajak, serta kemudahan dalam mengajukan permohonan bisnis. Oleh karena itu, pemahaman tentang KBLI menjadi kunci utama bagi para pelaku usaha agar tidak menghadapi kendala saat beroperasi.
Selain itu, sistem OSS-RBA (Online Single Submission – Risk Based Approach) juga menjadi salah satu inovasi yang membantu meringankan proses perizinan. Dengan sistem ini, pelaku usaha hanya perlu melakukan pendaftaran melalui platform digital tanpa harus mengunjungi kantor dinas secara langsung. Proses ini dirancang untuk mempercepat waktu pengajuan izin usaha dan meningkatkan transparansi dalam pengelolaan perizinan. Hal ini sangat berguna bagi UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) yang ingin berkembang lebih cepat.
Perubahan Regulasi yang Mempengaruhi Bisnis
Regulasi bisnis di Indonesia terus mengalami perkembangan, terutama setelah diterbitkannya Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). UU ini memberikan dampak signifikan terhadap sektor usaha, terutama dalam hal perizinan, perlindungan tenaga kerja, dan pengembangan usaha. Salah satu perubahan penting adalah penghapusan aturan wajib modal saham minimal untuk pendirian PT (Perseroan Terbatas). Sebelumnya, pendirian PT memerlukan modal saham minimal sebesar Rp50 juta, namun kini aturan tersebut dihapus dan diganti dengan penentuan modal saham berdasarkan keputusan pendiri perusahaan.
Selain itu, UU Cipta Kerja juga menyederhanakan proses perizinan bisnis dengan menerapkan sistem berbasis risiko. Berdasarkan tingkat risiko, izin usaha dibagi menjadi tiga kategori: rendah, sedang, dan tinggi. Untuk bisnis dengan risiko rendah, cukup memiliki NIB (Nomor Identifikasi Usaha) saja. Sementara itu, bisnis dengan risiko sedang membutuhkan NIB ditambah sertifikat standar. Sedangkan bisnis berisiko tinggi harus memiliki NIB dan izin dari pemerintah pusat. Dengan demikian, proses perizinan menjadi lebih cepat dan efisien, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah.
Perlindungan Tenaga Kerja dan Kesejahteraan
UU Cipta Kerja juga memberikan perbaikan dalam perlindungan tenaga kerja. Salah satu perubahan yang signifikan adalah perhitungan pesangon (uang penghargaan) yang diberikan oleh pemberi kerja. Sebelumnya, pesangon dihitung sebesar 32 kali gaji bulanan, namun kini diubah menjadi 25 kali gaji bulanan. Dari jumlah tersebut, 19 kali diberikan oleh pemberi kerja dan 6 kali oleh pemerintah melalui Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). JKP bertujuan untuk menjaga kesejahteraan pekerja ketika mengalami kehilangan pekerjaan, termasuk bantuan uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.
Selain itu, UU Cipta Kerja juga memberikan perlindungan tambahan bagi pekerja kontrak atau pekerja dengan perjanjian kerja tetap (PKWT). Apabila PKWT berakhir, pemberi kerja wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja. Hal ini menunjukkan bahwa regulasi baru ini memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja, terutama mereka yang bekerja dalam bentuk kontrak.
Pengembangan Usaha dan Investasi
UU Cipta Kerja juga berdampak positif terhadap pengembangan usaha dan investasi. Dengan penyederhanaan proses perizinan, investor asing maupun lokal lebih mudah membangun usaha di Indonesia. Selain itu, pemerintah juga memberikan dukungan finansial melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk UMKM. Dukungan ini membantu pelaku usaha dalam mengembangkan produk dan memperluas pasar.
Selain itu, pemerintah juga membuat aturan yang mempermudah pengajuan hak kekayaan intelektual (HAKI), seperti merek dagang dan hak cipta. Hal ini sangat penting bagi pelaku usaha yang ingin melindungi inovasi dan merek mereka dari plagiarisme. Selain itu, UU Cipta Kerja juga memberikan kebebasan bagi pelaku usaha untuk memilih lembaga pengujian halal yang bisa dilakukan oleh organisasi Islam dan universitas negeri.
Layanan Hukum Digital untuk Mendukung Bisnis
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pelaku usaha, banyak perusahaan menyediakan layanan hukum digital yang dapat membantu dalam berbagai aspek bisnis. Layanan seperti Digital Business Assistant (DiBA) dan Digital Legal Assistant (DiLA) menawarkan bantuan dalam pembuatan kontrak, pendaftaran merek, pengelolaan pajak, dan lain-lain. Layanan ini sangat cocok bagi pelaku usaha yang ingin fokus pada operasional bisnis tanpa harus khawatir dengan aspek hukum.
Selain itu, layanan seperti Notaris Digital juga menjadi solusi praktis bagi pelaku usaha dalam melakukan perubahan struktur perusahaan, seperti perubahan direktur, transfer saham, dan perubahan anggaran dasar. Dengan layanan ini, pelaku usaha dapat menghemat waktu dan biaya dalam mengurus dokumen hukum.
Kesimpulan
Dalam rangka meningkatkan daya saing bisnis di Indonesia, pemerintah telah melakukan reformasi regulasi yang signifikan. Dengan adanya UU Cipta Kerja, proses perizinan menjadi lebih sederhana, perlindungan tenaga kerja diperkuat, dan dukungan bagi UMKM ditingkatkan. Selain itu, layanan hukum digital juga menjadi solusi praktis bagi pelaku usaha dalam menghadapi tantangan hukum dan administratif.
Dengan pemahaman yang baik tentang regulasi dan penggunaan layanan hukum digital, pelaku usaha dapat membangun bisnis yang lebih stabil dan berkembang. Dengan begitu, Indonesia dapat menjadi negara yang lebih menarik bagi investor dan pelaku usaha.









