Pendaftaran merek di Indonesia menjadi salah satu langkah penting bagi pelaku usaha yang ingin melindungi identitas dan keunikan produk atau jasa mereka. Dalam konteks bisnis modern, merek tidak hanya berfungsi sebagai tanda pengenal, tetapi juga menjadi aset strategis yang mampu menciptakan nilai tambah dan daya saing di pasar. Namun, proses pendaftaran merek sering kali menimbulkan tantangan, terutama ketika permohonan ditolak oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM.

Salah satu contoh kasus yang menarik perhatian adalah pendaftaran merek “VINDES Sport” yang dilakukan oleh Vincent Rompies dan Desta. Meskipun merek “VINDES” telah terdaftar dengan baik, pendaftaran merek baru ini menghadapi kendala dalam proses pemeriksaan substantif. Hal ini menunjukkan bahwa meski merek sebelumnya sudah diterima, proses pendaftaran merek baru bisa saja mengalami penolakan jika tidak memenuhi kriteria tertentu.

Pendaftaran merek bukanlah proses yang sederhana. Setiap langkah harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai regulasi yang berlaku. Proses ini melibatkan riset mendalam untuk memastikan bahwa nama atau logo yang dipilih belum digunakan oleh pihak lain. Selain itu, pemeriksaan substantif juga dilakukan untuk memastikan bahwa merek tersebut tidak memiliki kesamaan yang signifikan dengan merek lain yang sudah terdaftar.

Jasa Backlink

Kasus VINDES Sport memberikan pelajaran penting tentang pentingnya pemahaman terhadap aturan pendaftaran merek. Penolakan pendaftaran bisa terjadi karena berbagai alasan, mulai dari kemiripan dengan merek terkenal hingga ketidakpatuhan terhadap kriteria merek yang tidak dapat didaftarkan. Oleh karena itu, para pelaku usaha perlu memperhatikan setiap detail dalam proses pendaftaran merek agar tidak menghadapi penolakan yang tidak diinginkan.

Pengertian Merek

Menurut UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek, merek didefinisikan sebagai tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk dua dimensi dan/atau tiga dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari dua atau lebih unsur tersebut. Merek merupakan elemen penting dalam dunia bisnis karena fungsi utamanya adalah sebagai tanda pengenal produk atau jasa. Melalui merek, konsumen dapat dengan mudah mengenali produk dari sekian banyak produk yang ada di pasar.

Selain sebagai tanda pengenal, merek juga berperan sebagai daya tarik dan alat promosi. Dengan adanya merek yang kuat, produsen atau penyedia jasa dapat meningkatkan citra merek dan memperluas pangsa pasar. Oleh karena itu, pendaftaran merek menjadi langkah strategis yang perlu dilakukan oleh pelaku usaha.

Proses pendaftaran merek di DJKI Kemenkumham dilakukan melalui sistem digital yang memudahkan pelaku usaha dalam melakukan pendaftaran. Namun, proses ini tetap memerlukan persiapan yang matang, termasuk riset awal untuk memastikan bahwa merek yang diajukan tidak memiliki kesamaan dengan merek yang sudah ada.

Pemeriksaan Substantif dalam Pendaftaran Merek

Pemeriksaan substantif adalah tahap penting dalam proses pendaftaran merek. Menurut Pasal 23 UU No. 20 Tahun 2016, pemeriksaan substantif dilakukan oleh pemeriksa terhadap permohonan pendaftaran merek setelah pengumuman pendaftaran. Tujuan dari pengumuman ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat atau pemilik merek terdaftar yang mungkin memiliki kesamaan untuk memberikan sanggahan atau nota keberatan terkait pendaftaran merek tersebut.

Pemeriksaan substantif bertujuan untuk memeriksa substansi merek terhadap dua kriteria utama, yaitu:

  1. Kepatuhan merek yang diajukan terhadap satu atau lebih kriteria merek tidak didaftarkan.
  2. Kemungkinan adanya kesamaan secara substansial baik secara keseluruhan maupun pada aspek-aspek tertentu dengan merek lain yang sudah terdaftar atau merek yang memiliki tingkat kepopuleran.

Proses pemeriksaan ini sangat penting karena akan menentukan apakah merek yang diajukan layak untuk didaftarkan atau tidak. Jika ditemukan kesamaan yang signifikan dengan merek lain, maka pendaftaran merek bisa ditolak.

Untuk menghindari penolakan, pelaku usaha perlu memastikan bahwa merek yang diajukan tidak memiliki kesamaan dengan merek yang sudah ada. Hal ini bisa dilakukan melalui riset mendalam dan analisis merek sebelum melakukan pendaftaran.

Apa Alasan Pendaftaran Merek Ditolak?

Terdapat beberapa alasan mengapa pendaftaran merek bisa ditolak. Berdasarkan Pasal 21 UU No. 20 Tahun 2016, sebuah permohonan pendaftaran merek dapat ditolak jika memiliki kriteria sebagai berikut:

Jasa Stiker Kaca
  • Memiliki kemiripan atau kesamaan dengan simbol atau lambang negara yang dilindungi undang-undang, seperti Garuda Pancasila.
  • Merek terkenal atau sudah pernah didaftarkan terlebih dahulu.
  • Indikasi geografis yang dilindungi dan digunakan untuk produk yang identik atau sejenis.
  • Merek terkenal yang belum didaftarkan di Indonesia, sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi pemilik merek terkenal tersebut.
  • Menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.
  • Merupakan tiruan dari nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu negara, atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
  • Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
  • Pemohon tidak beritikad baik selama proses permohonan pendaftaran merek tersebut.

Kasus VINDES Sport menunjukkan bahwa bahkan merek yang sudah terdaftar sebelumnya bisa menghadapi penolakan jika tidak memenuhi kriteria yang ditentukan. Oleh karena itu, pelaku usaha perlu memahami semua kriteria yang berlaku dalam pendaftaran merek agar tidak menghadapi penolakan yang tidak diinginkan.

Kriteria Merek Tidak Dapat Didaftarkan

Selain alasan penolakan, UU No. 20 Tahun 2016 juga menjelaskan kriteria-kriteria yang membuat suatu merek tidak dapat didaftarkan. Berdasarkan Pasal 20 UU ini, merek tidak dapat didaftarkan jika:

  • Bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.
  • Sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang/dan atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
  • Memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.
  • Memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi.
  • Tidak memiliki daya pembeda.
  • Merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.

Dengan memahami kriteria-kriteria ini, pelaku usaha dapat lebih waspada dalam memilih nama atau logo untuk merek mereka. Jika merek tidak memenuhi kriteria yang ditentukan, maka pendaftarannya bisa ditolak, yang tentu akan merugikan pelaku usaha.

Apa Yang Bisa Dilakukan Saat Pendaftaran Merek Ditolak?

Jika pendaftaran merek ditolak, pemohon tidak perlu khawatir karena masih ada opsi untuk mengajukan banding. Menurut Pasal 25 UU No. 20 Tahun 2016, pemohon memiliki kesempatan untuk mengajukan banding dalam jangka waktu paling lama 90 hari terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan penolakan permohonan.

Dalam proses banding, pemohon dapat menyampaikan sanggahan atau argumentasi bahwa merek yang diajukan adalah orisinal dan tidak memiliki kesamaan dengan merek lain yang sudah ada. Permohonan banding diajukan secara tertulis kepada Komisi Banding Merek dengan tembusan yang disampaikan kepada Menkumham. Proses banding biasanya dikenakan biaya sesuai ketentuan yang ada.

Setelah itu, Komisi Banding Merek akan memberikan keputusan dalam waktu paling lama tiga bulan sejak permohonan banding diterima. Jika permohonan banding dikabulkan, maka sertifikat merek tersebut akan diterbitkan. Namun, jika Komisi Banding Merek menolak, pemohon dapat mengajukan gugatan atas putusan tersebut kepada Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama tiga bulan. Jika Pengadilan Niaga kembali menolak gugatan tersebut, maka pemohon dapat mengajukan kasasi.

Dengan adanya proses banding dan gugatan, pemohon memiliki kesempatan untuk mempertahankan haknya atas merek yang diajukan. Oleh karena itu, penting bagi pelaku usaha untuk memahami seluruh prosedur yang tersedia dalam kasus penolakan pendaftaran merek.