Dalam dunia hukum, terdapat dua kategori utama yang sering menjadi topik perbincangan, yaitu hukum pidana dan hukum perdata. Meski keduanya sama-sama mengatur hubungan antara individu dan masyarakat, namun perbedaannya sangat signifikan dalam hal tujuan, sanksi, serta penerapannya. Pemahaman tentang perbedaan ini sangat penting, terutama bagi para pelaku usaha, pekerja, maupun masyarakat umum yang ingin memahami hak dan kewajiban mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Hukum pidana bertujuan untuk melindungi kepentingan umum dengan menegakkan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Sementara itu, hukum perdata lebih fokus pada hubungan antar individu atau lembaga dalam ranah privat. Kedua jenis hukum ini memiliki sumber hukum yang berbeda, serta cara penerapan dan penafsiran yang tidak sama. Dengan memahami konsep dasar dari masing-masing hukum, kita bisa lebih siap dalam menghadapi situasi hukum yang mungkin terjadi.

Pemahaman yang mendalam tentang hukum pidana dan perdata juga membantu dalam pengambilan keputusan, baik dalam konteks bisnis maupun kehidupan pribadi. Misalnya, dalam kasus sengketa lahan, proses hukum bisa berjalan melalui jalur perdata, tetapi jika ada unsur kekerasan atau pemaksaan, maka kasus tersebut bisa berubah menjadi perkara pidana. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui perbedaan antara keduanya agar dapat mengambil langkah yang tepat dan benar.

Jasa Backlink

Perbedaan Pengertian dan Sumber Hukum Pidana dan Perdata

Hukum pidana adalah bagian dari hukum publik yang mengatur tindakan-tindakan yang dianggap merugikan masyarakat secara keseluruhan. Menurut Eddy O.S. Hiariej dalam buku “Prinsip-Prinsip Hukum Pidana” (2014), hukum pidana mengatur larangan-larangan terhadap tindakan tertentu, serta ancaman sanksi bagi pelakunya. Sumber hukum pidana di Indonesia terdiri dari dua bentuk, yakni sumber tertulis dan sumber tidak tertulis. Sumber tertulis meliputi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan diganti oleh UU No. 1/2023 pada tahun 2026. Sementara sumber tidak tertulis mencakup kebiasaan masyarakat yang diakui sebagai hukum adat.

Sementara itu, hukum perdata adalah bagian dari hukum privat yang mengatur hubungan antar individu atau lembaga. Subekti dalam buku “Pokok-Pokok Hukum Perdata” (2005) menjelaskan bahwa hukum perdata mencakup ketentuan-ketentuan yang mengatur kepentingan perseorangan seperti hukum keluarga, hukum kekayaan, dan hukum waris. Sumber hukum perdata di Indonesia meliputi UU Perkawinan, KUH Perdata, serta hukum adat dan hukum Islam yang diterapkan dalam beberapa wilayah.

Kategori Hukum Pidana dan Perdata

Hukum pidana termasuk dalam kategori hukum publik karena berfokus pada perlindungan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Negara memiliki otoritas untuk menegakkan hukum ini melalui aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan pengadilan. Tujuan utamanya adalah untuk menjaga ketertiban dan keamanan sosial, serta memberikan sanksi yang sesuai bagi pelaku tindak pidana.

Sebaliknya, hukum perdata termasuk dalam kategori hukum privat yang mengatur hubungan antar individu atau lembaga dalam ranah pribadi. Tujuan dari hukum ini adalah untuk menyelesaikan sengketa atau masalah yang timbul antara pihak-pihak tertentu tanpa melibatkan negara secara langsung. Contohnya, sengketa lahan atau kasus utang piutang biasanya diselesaikan melalui proses hukum perdata.

Pembagian Hukum Pidana dan Perdata

Hukum pidana dibagi menjadi dua jenis, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formal. Hukum pidana materiil mengatur tindakan yang dilarang dan sanksi yang diberikan kepada pelakunya, sedangkan hukum pidana formal mengatur prosedur penerapan hukum pidana oleh lembaga penegak hukum.

Di sisi lain, hukum perdata juga terbagi menjadi dua, yaitu hukum perdata materiil dan hukum perdata formal. Hukum perdata materiil mencakup ketentuan-ketentuan yang mengatur kepentingan perseorangan, sementara hukum perdata formal mengatur pelaksanaan sanksi terhadap pelanggaran hukum perdata.

Tujuan Hukum Pidana dan Perdata

Tujuan utama hukum pidana adalah melindungi kepentingan umum dan menjaga ketertiban sosial. Dengan adanya hukum ini, masyarakat dapat hidup dalam suasana aman dan damai. Sanksi yang diberikan dalam hukum pidana bersifat wajib dan bersifat represif, seperti kurungan penjara atau denda.

Sementara itu, tujuan hukum perdata adalah untuk menyelesaikan sengketa antara pihak-pihak tertentu dalam ranah privat. Hukum ini tidak hanya mengatur hubungan antar individu, tetapi juga memberikan solusi untuk masalah seperti utang piutang, warisan, atau sengketa kepemilikan barang. Sanksi dalam hukum perdata biasanya berupa ganti rugi atau penyelesaian melalui perjanjian.

Penerapan dan Sanksi Hukum Pidana dan Perdata

Penerapan hukum pidana dilakukan oleh lembaga penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan pengadilan. Sanksi yang diberikan dalam hukum pidana sangat berat, seperti kurungan penjara, denda, atau bahkan hukuman mati. Penafsiran hukum pidana bersifat otentik, artinya hanya boleh ditafsirkan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Jasa Stiker Kaca

Sementara itu, penerapan hukum perdata lebih fleksibel karena membolehkan interpretasi terhadap undang-undang. Sanksi dalam hukum perdata biasanya berupa ganti rugi atau penyelesaian melalui perjanjian antara pihak-pihak yang terlibat. Contohnya, dalam kasus sengketa lahan, pihak yang merasa dirugikan dapat meminta ganti rugi melalui proses hukum perdata.

Contoh Kasus Hukum Pidana dan Perdata

Contoh kasus hukum pidana meliputi tindakan seperti pencurian, korupsi, atau pemerkosaan. Dalam kasus-kasus ini, negara akan menegakkan hukum pidana karena tindakan tersebut mengganggu kepentingan umum. Sementara itu, contoh kasus hukum perdata meliputi sengketa utang piutang, warisan, atau kepemilikan tanah. Dalam kasus-kasus ini, pihak-pihak yang terlibat akan menyelesaikan masalah melalui proses hukum perdata.

Namun, terkadang kasus hukum perdata bisa berubah menjadi perkara pidana jika ada unsur kekerasan atau pemaksaan. Contohnya, dalam kasus sengketa lahan, jika salah satu pihak melakukan pemaksaan atau penganiayaan, maka kasus tersebut bisa berubah menjadi perkara pidana.

Mungkinkah Perkara Perdata Menjadi Pidana?

Ya, dalam praktiknya, banyak kasus hukum perdata yang berubah menjadi perkara pidana. Hal ini terjadi ketika terdapat unsur pidana dalam proses penyelesaian sengketa. Misalnya, dalam kasus utang piutang, jika pihak yang mengutang menggunakan tindakan pemaksaan atau penipuan, maka kasus tersebut bisa berubah menjadi perkara pidana. Oleh karena itu, penting untuk memahami perbedaan antara hukum pidana dan perdata agar dapat mengambil langkah yang tepat dalam menghadapi masalah hukum.