Pajak Penghasilan (PPh) adalah salah satu bentuk pajak yang dikenakan kepada individu atau badan atas penghasilan yang diterima selama satu tahun. Dalam konteks perpajakan, PPh terutang merujuk pada pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak kepada negara. PPh terutang tidak sama dengan utang pajak karena memiliki dasar hukum dan mekanisme pelaporan yang berbeda. Untuk memahami lebih dalam tentang PPh terutang, penting untuk mengetahui jenis-jenisnya, cara menghitungnya, serta ketentuan yang berlaku sesuai regulasi.

Dalam sistem perpajakan Indonesia, PPh terutang dapat dikelompokkan menjadi dua kategori utama, yaitu PPh terutang untuk wajib pajak pribadi dan PPh terutang untuk wajib pajak badan. Keduanya memiliki tarif yang berbeda dan metode perhitungan yang berbeda pula. Wajib pajak pribadi biasanya dihitung berdasarkan besarnya penghasilan kena pajak, sedangkan wajib pajak badan dihitung berdasarkan pendapatan bruto atau laba bersih sebelum pajak. Dengan memahami perbedaan ini, wajib pajak dapat lebih mudah menjalankan kewajiban perpajakannya tanpa kesalahan.

Selain itu, pemahaman tentang PPh terutang juga sangat penting untuk menjaga kepatuhan terhadap regulasi perpajakan. Banyak wajib pajak yang masih bingung bagaimana cara menghitung pajak yang harus dibayar, terutama jika mereka baru saja memulai usaha atau bekerja sebagai pegawai swasta. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari aturan-aturan yang terkait dengan PPh terutang agar tidak terkena sanksi dari pemerintah.

Jasa Backlink

Apa Itu PPh Terutang?

PPh terutang merupakan pajak yang wajib dibayarkan oleh wajib pajak pribadi atau badan kepada negara. Berbeda dengan utang pajak, PPh terutang memiliki dasar hukum yang jelas, seperti Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), serta Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Aturan ini menjelaskan bahwa PPh terutang adalah pajak yang harus dibayar pada saat tertentu dalam masa pajak, tahun pajak, atau bagian tahun pajak.

PPh terutang juga diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No 32 Tahun 2015, yang fokus pada pajak penghasilan pribadi. Dalam peraturan ini, tarif pajak diberikan secara bertahap, mulai dari 5% hingga 30%, tergantung pada besaran penghasilan kena pajak. Selain itu, orang pribadi yang belum memiliki NPWP akan dikenakan pajak 20% lebih tinggi dari tarif pajak yang berlaku.

Perhitungan PPh terutang juga melibatkan beberapa faktor, seperti penghasilan kena pajak, jumlah pajak yang sudah dipotong, serta potongan-potongan lain yang diperbolehkan. Dengan demikian, wajib pajak perlu memahami setiap komponen dalam perhitungan pajak agar dapat menghindari kesalahan dan sanksi dari pemerintah.

Pajak Terutang untuk PPh Pribadi

Untuk wajib pajak pribadi, PPh terutang dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak. Tarif pajak ditentukan sesuai dengan batas penghasilan, seperti:

  • 5% untuk penghasilan kena pajak hingga Rp50 juta per tahun.
  • 15% untuk penghasilan kena pajak antara Rp50 juta hingga Rp250 juta per tahun.
  • 25% untuk penghasilan kena pajak antara Rp250 juta hingga Rp500 juta per tahun.
  • 30% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp500 juta per tahun.

Wajib pajak yang belum memiliki NPWP akan dikenakan pajak 20% lebih tinggi dari tarif di atas. Misalnya, seorang karyawan swasta dengan penghasilan kena pajak per bulan sebesar Rp7 juta akan memiliki penghasilan kena pajak tahunan sebesar Rp84 juta. Maka, perhitungan PPh terutangnya adalah:

  • 5% x Rp50 juta = Rp2,5 juta
  • 15% x (Rp84 juta – Rp50 juta) = Rp5,1 juta
  • Total PPh terutang = Rp2,5 juta + Rp5,1 juta = Rp7,6 juta

Dengan demikian, wajib pajak pribadi perlu memperhatikan besaran penghasilan dan tarif pajak yang berlaku agar dapat menghitung PPh terutang secara akurat. Hal ini juga membantu mereka dalam melakukan pelaporan pajak secara mandiri atau menggunakan layanan profesional.

Pajak Terutang untuk PPh Badan

PPh terutang untuk wajib pajak badan dihitung berdasarkan pendapatan bruto atau laba bersih sebelum pajak. Tarif pajak untuk wajib pajak badan tergantung pada besarnya omset atau pendapatan bruto yang diperoleh. Contohnya, perusahaan dengan pendapatan bruto hingga Rp4,8 miliar dikenakan tarif PPh final sebesar 0,5%. Sedangkan perusahaan dengan pendapatan bruto lebih dari Rp50 miliar dikenakan tarif pajak tunggal sebesar 25%.

Namun, melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 30 Tahun 2020, tarif PPh badan untuk perusahaan dalam negeri berbentuk perseroan terbatas (PT) diturunkan menjadi 22% di tahun 2020–2021, lalu 20% pada tahun 2022, dan 17% pada tahun 2022 dengan syarat tertentu. Contohnya, PT Maju Sinar Jaya dengan omzet Rp55 miliar dikenakan pajak 25% karena bukan perusahaan terbuka (Tbk).

Perhitungan PPh terutang untuk badan juga memerlukan pemahaman tentang jenis perusahaan, struktur pajak, dan kondisi bisnis. Dengan demikian, wajib pajak badan perlu memastikan bahwa perhitungan pajak dilakukan secara benar agar tidak terkena sanksi dari pemerintah.

Jasa Stiker Kaca

Layanan Digital untuk Menghitung PPh Terutang

Untuk membantu wajib pajak dalam menghitung PPh terutang, banyak layanan digital telah tersedia. Salah satunya adalah Digital Business Assistant (DiBA) yang disediakan oleh Kontrak Hukum. DiBA adalah layanan berlangganan yang menyediakan fitur untuk drafting dan review kontrak, daftar hak cipta, pajak, serta akunting. Layanan ini dirancang untuk memudahkan wajib pajak dalam mengelola kewajiban perpajakannya tanpa ribet.

Layanan digital seperti DiBA juga dapat digunakan untuk menghitung PPh terutang secara otomatis, sehingga wajib pajak tidak perlu khawatir kesalahan dalam perhitungan. Selain itu, layanan ini juga memberikan informasi terkini tentang regulasi perpajakan dan panduan untuk mengurus administrasi pajak. Dengan demikian, wajib pajak dapat lebih efisien dalam menjalankan kewajibannya.

Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang layanan DiBA, kunjungi https://kontrakhukum.com/digital-assistant/ atau hubungi Kontrak Hukum melalui tautan Tanya KH.