Di tengah dinamika perekonomian yang terus berkembang, regulasi tentang upah di Indonesia kembali mengalami perubahan penting. Perubahan ini tidak hanya berdampak pada pekerja tetapi juga memberikan fleksibilitas bagi pelaku usaha, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja, aturan upah telah mengalami penyesuaian yang lebih realistis dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat.
Regulasi ini mencakup berbagai aspek, mulai dari cara penghitungan upah, perubahan mekanisme penetapan upah minimum, hingga fasilitas khusus untuk UMKM. Hal ini dilakukan guna memastikan bahwa sistem upah tidak hanya melindungi hak pekerja tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Penyesuaian tersebut menunjukkan komitmen pemerintah dalam menciptakan lingkungan kerja yang seimbang antara kesejahteraan pekerja dan kemudahan operasional bisnis.
Selain itu, regulasi ini juga menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam mendorong pengembangan UMKM sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Dengan memberikan keleluasaan dalam penetapan upah, UMKM diharapkan dapat lebih fleksibel dalam menghadapi tantangan pasar sambil tetap menjaga kualitas layanan dan kesejahteraan karyawan.
Perubahan Utama dalam Regulasi Upah
Salah satu perubahan signifikan dalam PP No. 36 Tahun 2021 adalah pergeseran dari penghitungan upah berdasarkan satuan waktu menjadi penghitungan berdasarkan satuan hasil. Dalam regulasi lama, upah diperhitungkan berdasarkan hari, minggu, atau bulan. Namun, dengan regulasi baru, upah juga bisa ditentukan berdasarkan jam kerja, yang sangat cocok untuk pekerja paruh waktu atau freelance.
Aturan ini memungkinkan pekerja yang bekerja dalam skala part-time untuk menerima upah yang proporsional dengan jam kerjanya. Misalnya, upah per jam bisa dihitung dengan rumus yaitu upah bulanan dibagi 126. Dengan demikian, upah per jam tidak boleh kurang dari nilai tersebut. Selain itu, pekerja paruh waktu harus bekerja kurang dari 7 jam sehari atau 35 jam seminggu agar tetap diakui sebagai pekerja paruh waktu.
Selain itu, regulasi ini juga mengubah cara perhitungan upah harian. Dalam sistem lama, upah harian dihitung berdasarkan upah bulanan dibagi 25 hari untuk perusahaan dengan sistem kerja 6 hari seminggu dan 21 hari untuk perusahaan dengan sistem kerja 5 hari seminggu. Dalam regulasi baru, metode perhitungan ini tetap berlaku, namun ada penekanan pada kejelasan dan transparansi dalam proses perhitungan.
Pengaturan Upah Minimum Berbasis Kondisi Ekonomi dan Tenaga Kerja
Sebelum PP No. 36 Tahun 2021, upah minimum ditetapkan setiap tahun berdasarkan kebutuhan hidup layak, dengan mempertimbangkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Namun, dengan regulasi baru, upah minimum tingkat provinsi kini ditentukan berdasarkan kondisi ekonomi dan tenaga kerja, termasuk variabel seperti daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan upah median.
Sementara itu, upah minimum tingkat kabupaten/kota ditetapkan dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi di wilayah tersebut. Dengan demikian, upah minimum tidak lagi bersifat seragam di seluruh Indonesia, tetapi disesuaikan dengan kondisi lokal. Hal ini diharapkan dapat membantu mencegah ketimpangan ekonomi antar daerah dan memberikan keadilan kepada pekerja di berbagai wilayah.
Penerapan sistem ini juga memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk lebih fleksibel dalam menetapkan upah minimum sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah. Namun, hal ini juga memerlukan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan kestabilan ekonomi nasional.
Fasilitas Khusus untuk UMKM
PP No. 36 Tahun 2021 juga memberikan fasilitas khusus bagi UMKM, yang dianggap sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Dalam artikel 36, disebutkan bahwa UMKM dikecualikan dari aturan upah minimum. Sebaliknya, mereka dapat membuat kesepakatan dengan pekerja tanpa harus mengikuti aturan upah minimum.
Namun, kesepakatan ini memiliki syarat. Pertama, upah yang diberikan harus setidaknya 50% dari rata-rata konsumsi publik di tingkat provinsi. Kedua, upah yang disepakati harus setidaknya 25% di atas garis kemiskinan provinsi. Data tentang rata-rata konsumsi publik dan garis kemiskinan harus berasal dari lembaga statistik resmi, seperti Badan Pusat Statistik (BPS).
Selain itu, UMKM yang ingin memanfaatkan fasilitas ini harus memenuhi kriteria tertentu. Misalnya, UMKM mikro tidak boleh memiliki modal usaha lebih dari Rp1 miliar dan pendapatan tahunan lebih dari Rp2 miliar. Sedangkan UMKM kecil tidak boleh memiliki modal usaha lebih dari Rp5 miliar dan pendapatan tahunan lebih dari Rp15 miliar. Selain itu, UMKM harus menggunakan sumber daya tradisional dan tidak terlibat dalam bisnis berbasis teknologi tinggi atau tidak intensif modal.
Dampak Regulasi Terhadap Pekerja dan Pelaku Usaha
Regulasi ini memiliki dampak yang signifikan terhadap kedua pihak, yaitu pekerja dan pelaku usaha. Bagi pekerja, regulasi ini memberikan perlindungan yang lebih jelas, terutama dalam hal upah per jam dan upah harian. Dengan adanya aturan jelas, pekerja akan lebih mudah memahami hak-hak mereka dan menghindari praktik upah yang tidak adil.
Bagi pelaku usaha, terutama UMKM, regulasi ini memberikan keleluasaan dalam menentukan upah. Dengan adanya eksimasi dari aturan upah minimum, UMKM dapat lebih fleksibel dalam mengatur biaya operasional. Hal ini sangat penting, terutama dalam situasi ekonomi yang tidak stabil atau saat perusahaan sedang menghadapi tantangan finansial.
Namun, regulasi ini juga menimbulkan tantangan. Misalnya, pelaku usaha harus memastikan bahwa kesepakatan upah dengan pekerja tetap sesuai dengan standar yang ditetapkan. Selain itu, pelaku usaha juga harus memperhatikan kesejahteraan pekerja, karena meskipun upah minimum tidak wajib diikuti, kesejahteraan pekerja tetap menjadi tanggung jawab perusahaan.
Pentingnya Kesadaran Hukum dan Konsultasi Legal
Dengan adanya perubahan regulasi, kesadaran hukum dan konsultasi legal menjadi semakin penting. Banyak pelaku usaha yang belum sepenuhnya memahami perubahan aturan ini, sehingga rentan terkena tindakan hukum jika tidak mematuhi aturan yang berlaku.
Untuk itu, banyak perusahaan jasa hukum dan platform digital seperti KontrakHukum menyediakan layanan konsultasi hukum yang dapat membantu pelaku usaha memahami regulasi terbaru dan menghindari risiko hukum. Layanan ini mencakup berbagai aspek, mulai dari pembuatan kontrak, pendaftaran merek, hingga pengelolaan pajak.
Konsultasi hukum juga sangat penting bagi pekerja yang ingin memahami hak-hak mereka dalam konteks regulasi upah yang baru. Dengan pemahaman yang tepat, pekerja dapat memperjuangkan hak-hak mereka dan menghindari praktik upah yang tidak adil.
Kebijakan yang Menguntungkan untuk Masa Depan Ekonomi Nasional
Regulasi upah yang baru tidak hanya memberikan manfaat bagi pekerja dan pelaku usaha, tetapi juga menjadi langkah strategis dalam membangun ekonomi nasional yang lebih kuat dan berkelanjutan. Dengan adanya kebijakan yang lebih fleksibel dan berorientasi pada kebutuhan nyata, Indonesia diharapkan dapat meningkatkan daya saing ekonomi di tingkat regional maupun global.
Selain itu, regulasi ini juga menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi melalui UMKM. Dengan memberikan kebebasan dalam penetapan upah, UMKM dapat lebih mudah beradaptasi dengan perubahan pasar dan meningkatkan efisiensi operasional.
Namun, keberhasilan regulasi ini juga bergantung pada implementasi yang baik dan kesadaran masyarakat terhadap perubahan tersebut. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan institusi terkait untuk terus melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai regulasi upah yang baru.
Tantangan dan Perspektif Masa Depan
Meskipun regulasi upah yang baru memberikan banyak manfaat, masih ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah masalah kesenjangan antara upah minimum di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Jika tidak diatur dengan baik, hal ini dapat menyebabkan ketidakadilan antar daerah dan memicu ketegangan sosial.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa pelaku usaha, terutama UMKM, dapat mengabaikan kesejahteraan pekerja demi menghemat biaya operasional. Untuk itu, perlu adanya pengawasan yang ketat dari pemerintah dan lembaga terkait agar regulasi ini benar-benar memberikan manfaat bagi semua pihak.
Dari perspektif masa depan, regulasi upah yang baru menjadi langkah awal menuju sistem yang lebih adil dan berkelanjutan. Dengan terus mengoptimalkan regulasi ini dan meningkatkan kesadaran hukum, Indonesia dapat menciptakan lingkungan kerja yang seimbang antara kesejahteraan pekerja dan kemudahan operasional bisnis.







