Pada hari yang penuh duka, gempa bumi dan tsunami yang melanda Sulawesi Tengah pada 28 Oktober 2025 meninggalkan luka mendalam di hati warga. Bencana ini tidak hanya merobohkan bangunan, tetapi juga memisahkan banyak keluarga dari anak-anak mereka. Di tengah kekacauan tersebut, kisah haru tentang Fikri, seorang bocah tujuh tahun asal Palu, menjadi bukti bahwa cinta dan keberanian bisa mengalahkan rasa putus asa. Setelah hilang selama tiga minggu, Fikri akhirnya ditemukan dan kembali bersama keluarganya, sebuah peristiwa yang menunjukkan betapa pentingnya kerja sama dan dukungan sosial dalam situasi krisis.
Gempa bumi berkekuatan 7,5 SR yang terjadi di Sulawesi Tengah tidak hanya menyebabkan kerusakan fisik, tetapi juga mengganggu komunikasi dan infrastruktur. Dampaknya sangat parah, dengan lebih dari 2.000 korban jiwa dan ribuan orang lainnya yang hilang atau terpisah dari keluarga mereka. Dalam kondisi seperti ini, kehilangan anggota keluarga menjadi hal yang sangat mengerikan. Keluarga Fikri adalah salah satu contohnya, yang sempat mengira bahwa anak mereka telah tiada akibat bencana alam yang dahsyat.
Kisah Fikri dimulai saat ia sedang membantu ibunya, Martha Salilama, memasak nasi kuning dan ayam goreng untuk dijual di Festival Pesona Palu Nomoni. Saat gempa terjadi, mereka berlari keluar rumah sambil membawa Fikri. Namun, saat Martha kembali ke tempat penjemuran, Fikri sudah tidak ada. Tsunami datang dan menghancurkan segalanya. Selama beberapa hari, keluarga Fikri mencari keberadaannya dengan harapan besar, bahkan sampai ke rumah sakit Bhayangkara untuk melihat jenazah-jenazah yang ditemukan.
Proses Pencarian yang Mengharukan
Setelah gempa dan tsunami menghancurkan kota Palu, proses pencarian anak-anak yang hilang menjadi prioritas utama. Kementerian Sosial dan organisasi nirlaba bekerja sama untuk mencatat dan memverifikasi data anak-anak yang hilang. Fikri, yang merupakan cucu dari Selfi Salilama, menjadi bagian dari daftar tersebut. Keluarga Fikri, yang tinggal di Gorontalo, berusaha memperoleh informasi melalui posko-posko yang didirikan di berbagai titik kota. Namun, karena jalur komunikasi terputus, mereka kesulitan untuk menemukan keberadaan Fikri.
Selfi, nenek Fikri, mengatakan bahwa mereka sempat mengira Fikri telah meninggal. “Kami hampir yakin bahwa kami telah kehilangan dia. Kami tahu kakak laki-lakinya yang berumur 10 tahun telah meninggal. Tetapi di lubuk hati, ada sedikit harapan bahwa mungkin Fikri berhasil lari waktu itu,” ujarnya. Kepercayaan itu membuat keluarga Fikri terus berdoa agar Fikri ditemukan dalam keadaan hidup.
Penemuan yang Membahagiakan
Keberuntungan akhirnya datang ketika seorang staf Dinas Sosial tiba di rumah keluarga Fikri. Staf tersebut membawa foto dan menanyakan apakah ini anak yang mereka cari. “Sudah ada Fikri, sudah ada Fikri!” teriaknya. Semua keluarga langsung bergegas menuju Morowali Utara, tempat Fikri ditemukan. Setelah tiga minggu menghilang, Fikri akhirnya kembali bersama keluarganya.
Penemuan Fikri tidak hanya menjadi kabar gembira bagi keluarganya, tetapi juga menjadi bukti bahwa kepedulian dan kerja sama antar sesama dapat menghasilkan hal-hal luar biasa. Salah satu pihak yang turut berkontribusi adalah mahasiswa bernama Kadek Ayu Dwi Mariati. Saat ia dan temannya Wayan Sukadana sedang melarikan diri dari tsunami, mereka menemukan Fikri yang sedang menangis di pinggir jalan. Meskipun awalnya tidak berniat untuk menolong, Kadek akhirnya memutuskan untuk membantu Fikri.
Perjalanan Fikri Setelah Terpisah
Menurut keterangan Kadek, Fikri hanya mengenakan kaus dan mengalami luka-luka. Saat ditemukan, Fikri mengaku bahwa rumahnya di pinggir pantai “hanyut” dan orang tuanya “sudah tidak ada”. Meskipun begitu, Fikri tidak pernah menyerah. Ia terus mencari orang tua dan keluarganya, meski dalam kondisi yang sangat melelahkan.
Setelah ditemukan, Fikri dibawa kembali ke Gorontalo untuk tinggal bersama orang tuanya. Menurut orangtuanya, Fikri sekarang tidak ingin dibiarkan sendirian sekalipun hanya beberapa detik. “Sedetik pun Fikri tidak ingin dibiarkan sendirian,” kata Iqbal, ayah Fikri. Ini menunjukkan betapa kuatnya ikatan antara Fikri dan keluarganya, serta betapa pentingnya kehadiran orang tua dalam kehidupan seorang anak.
Pentingnya Dukungan Sosial dalam Krisis
Kisah Fikri tidak hanya tentang keberhasilan pencarian, tetapi juga tentang pentingnya dukungan sosial dalam situasi krisis. Dalam kondisi seperti gempa dan tsunami, banyak keluarga terpisah dan sulit untuk berkomunikasi. Namun, melalui kerja sama antara pemerintah, organisasi nirlaba, dan masyarakat, banyak anak-anak yang berhasil ditemukan dan kembali ke keluarga mereka.
Dalam konteks yang lebih luas, kisah Fikri juga mengingatkan kita akan pentingnya persiapan diri dalam menghadapi bencana alam. Menurut data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa bumi dan tsunami sering terjadi di wilayah Indonesia, terutama di Pulau Sulawesi. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memiliki rencana darurat dan memahami langkah-langkah yang harus diambil saat bencana terjadi.
Kesimpulan
Kisah Fikri adalah contoh nyata dari kekuatan manusia dalam menghadapi tantangan terberat. Dengan dukungan dari masyarakat dan kerja sama yang baik, Fikri akhirnya kembali ke keluarganya setelah menghilang selama tiga minggu. Ini menunjukkan bahwa meskipun bencana alam bisa sangat mengerikan, kepedulian dan keberanian manusia tetap bisa mengubah situasi menjadi lebih baik.
Bagi masyarakat Indonesia, kisah ini juga menjadi pengingat akan pentingnya persiapan dan kesadaran akan risiko bencana alam. Dengan edukasi yang tepat dan kebersamaan, kita bisa meminimalkan dampak bencana dan memastikan bahwa anak-anak tetap aman dan bisa kembali ke keluarga mereka.