Dalam dunia keuangan, banyak sekali informasi yang beredar. Sayangnya, tidak semua informasi itu benar. Beberapa malah hanya mitos yang jika dipercaya terus-menerus, bisa membuat kita salah langkah dalam mengatur uang. Nah, di tulisan ini, kita akan bahas beberapa mitos keuangan yang sering dipercaya orang, tapi sebenarnya menyesatkan. Dengan memahami dan menghindari mitos-mitos ini, kita bisa mengambil keputusan finansial yang lebih bijak dan terarah.

Mitos 1: Punya Kartu Kredit Pasti Bikin Boros

Banyak orang takut punya kartu kredit karena katanya bisa bikin boros dan bikin pengeluaran nggak terkendali. Padahal, bukan kartu kreditnya yang salah, tapi cara kita menggunakannya yang sering keliru. Kartu kredit itu ibarat pisau dapur—bisa sangat berguna kalau tahu cara memakainya, tapi juga bisa bikin masalah kalau digunakan sembarangan.

Jasa Backlink

Kalau kartu kredit digunakan dengan bijak—misalnya hanya dipakai untuk kebutuhan yang benar-benar penting, selalu memantau limit, dan dibayar lunas sebelum jatuh tempo—justru bisa sangat membantu. Selain mempermudah transaksi tanpa harus bawa uang tunai, kartu kredit juga bisa membantu kita membangun riwayat kredit yang baik. Riwayat ini penting kalau suatu saat kita ingin mengajukan KPR atau kredit lain. Bahkan, beberapa kartu kredit menawarkan promo atau cashback yang bisa menguntungkan kalau dimanfaatkan dengan bijak. Selain itu, kartu kredit juga bisa digunakan untuk mencatat pengeluaran secara otomatis dan memberikan perlindungan tambahan dalam transaksi online. Jadi intinya, kartu kredit bukan musuh, asalkan kita tahu cara mengendalikannya dan tidak menggunakan melebihi kemampuan membayar.

Mitos 2: Menabung Saja Sudah Cukup untuk Masa Depan

Menabung memang langkah awal yang baik dalam mengelola keuangan. Tapi kalau hanya mengandalkan tabungan, terutama di bank konvensional, kita harus waspada karena nilainya bisa perlahan-lahan tergerus oleh inflasi. Artinya, meski jumlah nominalnya tetap, daya belinya bisa menurun seiring waktu. Nah, supaya uang kita tidak hanya diam, tapi juga berkembang, kita perlu mempertimbangkan untuk berinvestasi. Tapi tenang, investasi itu nggak harus ribet atau mahal kok. Bahkan kamu yang baru mulai pun bisa ikut. Investasi bukan hanya untuk orang kaya atau mereka yang sudah berpengalaman. Kita bisa mulai dari nominal yang sangat kecil, bahkan dari belasan ribu rupiah saja, dan memilih instrumen investasi yang sesuai dengan profil risiko dan tujuan keuangan kita.

Kalau kamu termasuk yang masih takut-takut, bisa mulai dari produk investasi yang risikonya rendah tapi mudah dicairkan kapan saja, seperti reksa dana pasar uang, emas atau Obligasi Negara Ritel (ORI). Keduanya cocok banget buat pemula karena fluktuasinya relatif stabil dan proses jual-belinya cukup mudah. Jadi uang kamu tetap aman tapi punya potensi bertumbuh. Bahkan sekarang, platform digital menyediakan edukasi yang bisa membantu kamu belajar investasi sambil praktik. Beberapa aplikasi juga menyediakan simulasi investasi agar kamu bisa berlatih tanpa risiko. Intinya, jangan takut mulai. Lebih baik ambil langkah kecil hari ini daripada terus menunda. Karena langkah kecil itu bisa jadi bekal besar untuk masa depan yang lebih aman dan tenang. Semakin dini kamu memulai, semakin besar juga efek dari compound interest atau bunga berbunga yang bisa kamu nikmati di masa depan.

Mitos 3: Investasi Itu Hanya untuk Orang Kaya

Banyak yang mengira investasi itu hanya untuk orang yang sudah punya banyak uang. Padahal kenyataannya, sekarang siapa saja bisa mulai berinvestasi tanpa harus menunggu kaya terlebih dahulu. Berkat kemajuan teknologi dan hadirnya platform investasi digital, kita bisa mulai investasi dengan nominal yang sangat terjangkau, bahkan dari Rp10.000 saja. Tidak perlu modal besar atau pengetahuan keuangan tingkat tinggi untuk memulainya. Yang penting bukan jumlah yang kamu investasikan, tapi konsistensinya. Investasi kecil yang dilakukan secara rutin jauh lebih baik daripada menunggu punya uang banyak tapi tak pernah mulai. Apalagi kalau kamu memilih instrumen investasi yang risikonya rendah dan mudah dicairkan kapan saja, seperti reksa dana pasar uang atau emas digital. Jenis investasi ini cocok untuk pemula karena fluktuasinya relatif stabil dan bisa dicairkan kapan pun saat dibutuhkan. Selain itu, platform investasi saat ini juga menyediakan informasi dan analisis sederhana yang mudah dipahami pemula, jadi tidak perlu takut bingung.

Jasa Stiker Kaca

Jadi, daripada uangmu hanya mengendap di tabungan, lebih baik mulai alokasikan sebagian kecil untuk investasi yang aman dan cepat likuid. Dengan cara ini, kamu tidak hanya menyimpan uang, tapi juga mengembangkannya secara bertahap.

Mitos 4: Ngatur Keuangan Harus Pakai Aplikasi Canggih

Aplikasi keuangan memang membantu, tapi bukan satu-satunya cara. Kalau kamu nyaman mencatat pengeluaran dan pemasukan di buku catatan atau Excel, itu pun sudah cukup bagus. Yang penting adalah kamu tahu ke mana uangmu pergi setiap bulan. Bahkan, kamu bisa mulai dengan metode yang sangat sederhana seperti metode amplop. Caranya, kamu cukup siapkan beberapa amplop dan beri label sesuai dengan pos pengeluaran, misalnya: “makan”, “transportasi”, “hiburan”, dan “tabungan”. Setiap kali menerima penghasilan, langsung alokasikan uang ke masing-masing amplop sesuai rencana. Metode ini membantu kamu mengendalikan pengeluaran dan mencegah penggunaan uang secara impulsif, karena kamu bisa melihat langsung sisa dana yang tersedia di setiap kategori. Metode amplop ini juga bisa dilakukan secara digital dengan membagi rekening menjadi beberapa sub-rekening atau dompet digital berbeda, sesuai kebutuhan. Meskipun terkesan jadul, metode ini masih relevan dan efektif, terutama buat yang baru belajar mengatur keuangan pribadi. Dengan cara ini, kamu bisa membangun disiplin dalam pengelolaan uang tanpa harus mengandalkan aplikasi canggih.

Mitos 5: Beli Barang Mahal Itu Investasi

Tidak semua barang mahal bisa disebut investasi. Banyak orang beranggapan bahwa dengan membeli tas branded, jam tangan mewah, atau gadget terbaru, mereka sedang melakukan investasi. Padahal, kenyataannya belum tentu demikian. Nilai barang-barang tersebut bisa saja justru menurun seiring waktu karena faktor tren, penyusutan, atau model yang cepat tergantikan oleh versi terbaru. Investasi yang sesungguhnya adalah ketika kita menempatkan uang di instrumen yang memiliki potensi untuk memberikan keuntungan atau pertumbuhan nilai di masa depan. Contohnya seperti saham yang nilainya bisa meningkat seiring pertumbuhan perusahaan, reksa dana yang dikelola oleh manajer investasi profesional, atau emas yang relatif stabil nilainya dan sering dijadikan pelindung kekayaan dari inflasi. Selain itu, properti atau instrumen obligasi negara juga bisa menjadi pilihan investasi yang lebih tepat karena memberikan arus kas atau potensi kenaikan nilai dalam jangka panjang. Jadi, penting untuk membedakan mana pengeluaran konsumtif dan mana yang benar-benar bisa dianggap sebagai investasi. Jangan sampai kita terjebak pada gaya hidup konsumtif yang justru membebani keuangan.

 

Yuk, mulai lebih kritis dengan informasi keuangan yang kita dengar. Jangan langsung percaya sebelum mencari tahu kebenarannya. Dengan memahami mana yang fakta dan mana yang cuma mitos, kita bisa mengelola uang dengan lebih bijak dan nggak gampang terjebak langkah keliru. Edukasi diri, cari sumber informasi yang tepercaya, dan biasakan berdiskusi dengan ahli keuangan atau membaca dari sumber yang kredibel. Keuangan yang sehat dimulai dari kesadaran dan kebiasaan yang benar.

Penulis: Muhammad Ananda Fakhri, S.E., M.M. – Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara.

Referensi:

Garman, E. T., & Forgue, R. E. (2018). Personal Finance (13th ed.). Cengage Learning.

Lusardi, A., & Mitchell, O. S. (2014). The Economic Importance of Financial Literacy: Theory and Evidence. Journal of Economic Literature, 52(1), 5–44.

Ariely, D. (2008). Predictably Irrational: The Hidden Forces That Shape Our Decisions. HarperCollins.

Shefrin, H. (2002). Beyond Greed and Fear: Understanding Behavioral Finance and the Psychology of Investing. Harvard Business School Press.

Robbins, T. (2016). Unshakeable: Your Financial Freedom Playbook. Simon & Schuster.