Keinginan generasi muda untuk memahami keberagaman dan merawat kerukunan tampak jelas dalam pelaksanaan Harmony Class yang digelar Kementerian Agama melalui Pusat Kerukunan Umat Beragama. Kegiatan yang menjadi tahap awal program Youth Harmony 2026 ini berlangsung di Malang Raya dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada awal Desember, dan berhasil menarik perhatian ratusan peserta lintas iman.

Di Malang Raya dan Jawa Timur, kegiatan yang digelar pada 2 Desember diikuti 828 pemuda. Dua hari kemudian, pelaksanaan untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta mencatat jumlah peserta sebanyak 695 orang. Mereka berasal dari enam agama yang berbeda, dengan latar belakang yang beragam pula. Ada pelajar, mahasiswa, pekerja muda, aktivis komunitas agama, hingga pegawai pemerintah berusia muda. Kehadiran mereka memperlihatkan tingginya kesadaran generasi muda terhadap pentingnya dialog dan literasi kerukunan.

Menteri Agama RI Prof Nasaruddin Umar membuka kegiatan dengan menegaskan peran strategis pemuda sebagai penjaga masa depan Indonesia. Ia mengingatkan bahwa kerukunan tidak lahir dari perbedaan yang diabaikan, melainkan dari kesediaan untuk bertemu, berdialog, dan memahami satu sama lain. Menurut Menag, kemampuan pemuda dalam menjalin hubungan lintas keyakinan akan sangat menentukan kualitas harmoni sosial di masa depan.

Dalam pelaksanaan Harmony Class untuk Malang Raya, Kepala PKUB Kemenag RI Muhammad Adib Abdushomad menyampaikan bahwa generasi muda saat ini hidup di tengah arus informasi yang cepat, di mana potensi gesekan identitas dapat muncul setiap saat. Karena itu, pemuda harus memiliki bekal literasi kerukunan agar mampu menjadi penengah dan pembangun ruang dialog di komunitas masing-masing. Pesan serupa juga disampaikan Hery Susanto saat membuka pelaksanaan di Yogyakarta. Menurutnya, pemerintah menaruh perhatian besar pada suara pemuda dan ingin memastikan bahwa gagasan mereka dapat tersalurkan kepada para pembuat kebijakan.

Harmony Class disusun sebagai ruang belajar yang inklusif. Para pengampu materi berasal dari berbagai agama, disiplin ilmu, dan latar profesional yang berbeda. Para pemateri membawakan materi mengenai toleransi, regulasi rumah ibadah, serta strategi membangun ruang perjumpaan lintas iman. Sepanjang kegiatan, peserta aktif bertanya, berbagi pengalaman, dan menyampaikan pandangan mengenai dinamika keberagaman yang mereka hadapi sehari-hari. Catatan dan aspirasi mereka dihimpun sebagai masukan bagi kantor wilayah Kementerian Agama setempat.

Salah satu materi yang mendapat perhatian besar adalah penjelasan tentang Peraturan Bersama Menteri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 terkait pendirian rumah ibadah. Peserta juga diperkenalkan pada Sistem Informasi Kerukunan, aplikasi berbasis teknologi untuk mendeteksi potensi konflik sosial keagamaan di masyarakat. Kedua materi ini menjadi dasar penting bagi pemuda untuk memahami aspek regulatif dan teknis dalam menjaga harmoni di lingkungan mereka.

Seluruh rangkaian kegiatan berlangsung secara digital, mulai dari pendaftaran hingga evaluasi pemahaman peserta. Pendekatan ini memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai tingkat literasi kerukunan pemuda di masing-masing wilayah. Data ini akan menjadi bahan penting bagi PKUB dalam merumuskan kebijakan kerukunan yang berbasis bukti dan lebih responsif terhadap dinamika lapangan.

Harmony Class merupakan langkah awal menuju pelaksanaan penuh Youth Harmony 2026 yang akan digulirkan di seluruh Indonesia. Program ini mencakup kelas daring di seluruh kabupaten dan kota, dialog tatap muka lintas iman di tingkat provinsi, serta pertemuan nasional para duta kerukunan dari seluruh provinsi. Keberhasilan pelaksanaan di Malang Raya dan Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi penanda bahwa pemuda Indonesia siap mengambil peran lebih besar dalam merawat keberagaman dan memperkuat jaringan kerukunan nasional.