Di tengah tumbuhnya bisnis makanan di Indonesia, pemahaman tentang legalitas yang diperlukan menjadi sangat penting. Salah satu aspek krusial dalam menjalankan usaha makanan adalah memperoleh izin edar. Dalam konteks ini, dua jenis izin yang sering dihadapi oleh pelaku usaha adalah Izin Edar BPOM dan Sertifikat Produksi Pangan-Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). Kedua izin ini memiliki perbedaan signifikan baik dari segi pengelolaan, persyaratan, maupun kegunaannya. Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai definisi, perbedaan, serta proses pendaftaran kedua izin tersebut.
Izin Edar BPOM adalah izin yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memastikan bahwa produk pangan yang diperdagangkan aman dan memenuhi standar kesehatan. Sementara itu, SPP-IRT diberikan oleh pemerintah daerah kepada industri rumah tangga yang memproduksi makanan dalam skala kecil. Meskipun keduanya berfungsi sebagai izin edar, penggunaannya terbatas pada jenis usaha tertentu. Perbedaan ini membuat pemahaman yang jelas sangat penting agar pelaku usaha tidak melakukan kesalahan hukum yang bisa berujung pada penutupan usaha atau denda.
Selain itu, masa berlaku, prosedur pendaftaran, dan jenis produk yang dapat diizinkan juga menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan. Misalnya, Izin Edar BPOM berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang, sedangkan SPP-IRT memiliki masa berlaku yang sama tetapi dengan batasan waktu pendaftaran ulang yang lebih ketat. Pengetahuan tentang hal ini dapat membantu pelaku usaha merencanakan pengembangan bisnis mereka secara efektif.
Dengan demikian, artikel ini akan memberikan panduan lengkap mengenai Izin Edar BPOM dan SPP-IRT, termasuk langkah-langkah pendaftarannya, jenis olahan yang diperbolehkan, serta informasi terkini mengenai regulasi terbaru. Pembaca akan menemukan jawaban atas pertanyaan umum seperti “Bagaimana cara memperoleh izin edar?” atau “Apa perbedaan antara kedua izin ini?”.
Definisi Izin Edar BPOM dan SPP-IRT
Izin Edar BPOM adalah izin yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memastikan bahwa pangan olahan yang diproduksi atau diimpor telah memenuhi standar keamanan, mutu, dan gizi. Izin ini wajib dimiliki oleh setiap pangan olahan yang diperdagangkan dalam kemasan eceran, termasuk produk yang mengandung bahan tambahan pangan (BTP), pangan fortifikasi, dan pangan program pemerintah. Tujuan utamanya adalah melindungi konsumen dari risiko kesehatan akibat produk yang tidak layak dikonsumsi.
Sementara itu, SPP-IRT adalah sertifikat yang diberikan oleh pemerintah daerah, seperti bupati atau walikota, kepada industri rumah tangga (IRT) yang memproduksi pangan olahan dalam skala kecil. Sertifikat ini bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa produk yang dihasilkan telah memenuhi syarat keamanan pangan dan dapat diedarkan di pasar. SPP-IRT biasanya digunakan oleh pelaku usaha mikro kecil yang belum memiliki kemampuan untuk memenuhi persyaratan izin edar BPOM.
Perbedaan utama antara kedua izin ini terletak pada tingkat pengawasan dan ruang lingkup penerapannya. Izin Edar BPOM mencakup semua jenis pangan olahan, sementara SPP-IRT hanya berlaku untuk produksi IRT. Selain itu, izin edar BPOM lebih rumit dalam prosedur pendaftarannya karena melibatkan audit sarana produksi dan dokumen teknis yang lebih kompleks.
Jenis Olahan yang Membutuhkan Izin Edar BPOM
Izin Edar BPOM wajib dimiliki oleh berbagai jenis pangan olahan yang diproduksi atau diimpor ke Indonesia. Produk-produk ini meliputi pangan fortifikasi, pangan SNI wajib, pangan program pemerintah, serta pangan yang ditujukan untuk uji pasar. Selain itu, izin ini juga diperlukan untuk bahan tambahan pangan (BTP) yang digunakan dalam proses produksi.
Beberapa contoh pangan olahan yang memerlukan izin edar BPOM adalah makanan siap saji, produk makanan beku, minuman beralkohol, dan produk yang mengandung bahan kimia tambahan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa produk tersebut aman dikonsumsi dan tidak membahayakan kesehatan masyarakat.
Namun, ada beberapa jenis pangan olahan yang tidak wajib memiliki izin edar BPOM. Contohnya adalah pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga, pangan dengan masa simpan kurang dari tujuh hari, serta pangan yang diimpor dalam jumlah kecil untuk keperluan sampel atau penelitian. Pangan-pangan ini dikecualikan karena dinilai memiliki risiko yang lebih rendah terhadap kesehatan masyarakat.
Jenis Olahan yang Dapat Menggunakan SPP-IRT
SPP-IRT khusus diberikan untuk pangan olahan yang dihasilkan oleh industri rumah tangga (IRT) dan diedarkan dalam kemasan eceran. Produk-produk ini biasanya berupa makanan yang diproses secara sederhana dan memiliki daya tahan yang relatif pendek. Contohnya adalah hasil olahan daging kering seperti dendeng, kerupuk kulit, serta olahan ikan kering seperti ebi dan terasi.
Selain itu, SPP-IRT juga berlaku untuk olahan sayuran seperti acar, jamur kering, dan manisan rumput laut. Produk-produk seperti tepung dan hasil olahannya, minyak dan lemak, serta selai dan jeli juga dapat menggunakan SPP-IRT sebagai izin edar. Begitu pula dengan gula, kembang gula, madu, kopi dan teh kering, serta bumbu-bumbu masak seperti kecap dan saos.
Namun, ada pengecualian untuk beberapa jenis pangan yang tetap memerlukan izin edar BPOM meskipun diproduksi oleh IRT. Contohnya adalah produk yang diproses dengan sterilisasi komersial, produk makanan beku, serta pangan khusus seperti MP-ASI dan formula bayi. Untuk produk-produk ini, SPP-IRT tidak cukup untuk memenuhi standar keamanan pangan yang diperlukan.
Cara Memperoleh Izin Edar BPOM
Untuk memperoleh Izin Edar BPOM, pelaku usaha harus mengajukan permohonan secara langsung atau melalui sistem elektronik. Proses ini melibatkan pengisian formulir serta melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan. Dokumen yang dibutuhkan antara lain NPWP, izin usaha di bidang produksi pangan, hasil audit sarana produksi, akta notaris pendirian perusahaan, dan surat kuasa jika pendaftaran dilakukan oleh pihak lain.
Khusus untuk pangan olahan impor, ada beberapa dokumen tambahan yang harus disiapkan. Contohnya adalah Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Angka Pengenal Impor (API), atau Surat Penetapan sebagai Importir Terdaftar (IT) untuk minuman beralkohol. Selain itu, diperlukan juga hasil audit sarana distribusi, sertifikat GMP/HACCP/ISO 22000, serta surat penunjukan dari perusahaan asal di luar negeri.
Setelah dokumen lengkap diajukan, BPOM akan melakukan penilaian terhadap produk tersebut. Hasil penilaian bisa berupa permintaan kelengkapan data, penolakan, atau persetujuan. Jika izin diberikan, maka akan diterbitkan Izin Edar Pangan Olahan yang berlaku selama 5 tahun.
Cara Memperoleh SPP-IRT
Pemohon SPP-IRT harus terlebih dahulu mengajukan permohonan ke unit pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) di kota atau kabupaten tempat usaha berada. Permohonan ini dilakukan dengan mengisi formulir dan melampirkan dokumen seperti surat keterangan atau izin usaha dari camat/lurah/kepala desa, rancangan label pangan, serta sertifikat penyuluhan keamanan pangan.
Setelah dokumen administratif lolos, tenaga pengawas pangan kabupaten/kota akan melakukan pemeriksaan sarana produksi. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa IRTP memenuhi syarat, maka dinas kesehatan akan memberikan rekomendasi SPP-IRT. Bupati atau walikota melalui PTSP kemudian akan menyerahkan SPP-IRT kepada pemohon yang telah memenuhi persyaratan.
SPP-IRT berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang 6 bulan sebelum masa berlakunya habis. Jika masa berlaku telah berakhir, maka produk tidak boleh diedarkan lagi.
Perbedaan Utama Antara Izin Edar BPOM dan SPP-IRT
Berikut adalah tabel perbandingan utama antara Izin Edar BPOM dan SPP-IRT:
Kriteria | Izin Edar BPOM | SPP-IRT |
---|---|---|
Definisi | Izin edar untuk seluruh jenis pangan olahan | Izin edar untuk industri rumah tangga |
Kewenangan Menerbitkan | BPOM | Pemerintah Daerah |
Peruntukan | Seluruh pangan olahan kecuali IRT | Pangan olahan IRT kecuali yang wajib fortifikasi |
Masa Berlaku | 5 tahun, diperpanjang 10 hari sebelum habis | 5 tahun, diperpanjang 6 bulan sebelum habis |
Label | BPOM RI MD (dalam negeri) atau BPOM RI ML (luar negeri) | P-IRT |
Masa Berlaku Izin Edar BPOM dan SPP-IRT
Izin Edar BPOM berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang 10 hari sebelum masa izinnya habis. Setelah masa berlaku habis, pangan olahan tidak boleh diproduksi atau diedarkan. Namun, jika izin edar masih dalam proses pendaftaran ulang atau telah diperpanjang, produk dapat beredar hingga 6 bulan setelah izin tidak berlaku.
SPP-IRT juga berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang 6 bulan sebelum masa berlaku berakhir. Jika masa berlaku telah habis, maka makanan yang diproduksi dilarang untuk diedarkan. Pelaku usaha harus memastikan bahwa izin edar mereka tetap berlaku agar tidak terkena sanksi hukum.
Tips untuk Pelaku Usaha dalam Memilih Izin Edar
Pelaku usaha perlu mempertimbangkan berbagai faktor saat memilih antara Izin Edar BPOM dan SPP-IRT. Pertama, pastikan jenis produk yang diproduksi sesuai dengan kriteria yang diperbolehkan oleh masing-masing izin. Jika usaha berkembang dan memproduksi dalam skala besar, maka izin BPOM lebih sesuai.
Kedua, perhatikan biaya dan prosedur pendaftaran. Izin BPOM biasanya lebih mahal dan memerlukan persyaratan yang lebih rumit dibandingkan SPP-IRT. Namun, untuk produk yang berskala besar, izin BPOM lebih dianjurkan karena memiliki pengakuan yang lebih luas.
Terakhir, pastikan bahwa izin edar tetap berlaku dan diperbarui secara berkala. Jika izin sudah habis, produk tidak boleh diedarkan lagi. Pelaku usaha harus memantau tanggal kedaluwarsa izin dan melakukan pendaftaran ulang sebelum masa berlaku habis.