Young Lex, seorang rapper ternama di Indonesia, kembali menjadi sorotan setelah dituduh melakukan plagiarisme terhadap karya musik yang dibuat oleh Lay, anggota boyband K-pop EXO. Tuduhan ini muncul setelah video musik “The Last King” yang dirilis oleh Young Lex dinilai memiliki kesamaan dalam hal visual, gaya, dan tarian dengan video musik “Lit” milik Lay yang telah dirilis sejak Juni 2020. Kpopers (penggemar K-pop) semakin marah karena tidak ada kredit yang diberikan kepada Lay atau agensinya dalam deskripsi video musik tersebut.
Peristiwa ini memicu diskusi tentang hak cipta dan perlindungan karya seni di Indonesia. Dalam hukum Indonesia, karya seni seperti video musik termasuk dalam kategori karya cinematografi yang dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014. Menurut aturan ini, karya cinematografi secara otomatis dilindungi oleh hak cipta, yang mencakup hak moral dan ekonomi. Namun, penggunaan karya orang lain tanpa izin dapat berujung pada tuntutan hukum atau hukuman pidana.
Dalam kasus ini, Young Lex mengklaim bahwa ia hanya terlibat sebagai penulis lirik dan bukan bagian dari proses produksi video musik. Sementara itu, tim produksi video musik “The Last King” telah memberikan permintaan maaf melalui Instagram dan mengakui bahwa video musik Lay EXO menjadi salah satu sumber inspirasi dalam pembuatan video tersebut. Meski begitu, isu plagiarisme tetap menjadi perhatian utama bagi para penggemar dan pihak yang terkait.
Peraturan Hukum Terkait Hak Cipta di Indonesia
Hak cipta adalah hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta suatu karya, termasuk hak moral dan ekonomi. Hak moral melindungi identitas pencipta dan keutuhan karyanya, sedangkan hak ekonomi memungkinkan pencipta atau pemegang hak untuk mengadaptasi, mengatur, atau mengubah karya tersebut. Dalam UU No. 28 Tahun 2014, disebutkan bahwa adaptasi, pengaturan, dan transformasi karya harus mendapatkan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta. Izin ini biasanya diberikan dalam bentuk lisensi, yaitu izin tertulis yang diberikan oleh pemegang hak untuk menggunakan karyanya dalam kondisi tertentu.
Jika seseorang melakukan modifikasi karya orang lain tanpa izin dan digunakan secara komersial, maka tindakan tersebut dilarang oleh hukum. Pelaku bisa dikenai tuntutan ganti rugi oleh pencipta atau pemegang hak cipta, atau bahkan dihukum penjara maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp500 juta. Oleh karena itu, penting bagi seniman dan kreator untuk memahami aturan hukum terkait hak cipta agar tidak terjadi konflik serupa.
Perspektif Hukum Terhadap Kasus Young Lex
Dari sudut pandang hukum, jika Young Lex benar-benar mengadaptasi, mengatur, atau mengubah karya Lay, maka ia harus memperoleh izin dari pemilik hak cipta. Tanpa izin, tindakan tersebut bisa dianggap sebagai pelanggaran hukum. Namun, dalam kasus ini, Young Lex mengklaim bahwa ia hanya terlibat sebagai penulis lirik, bukan dalam proses produksi video musik. Jika klaim ini benar, maka tanggung jawab utamanya berada pada tim produksi video musik, bukan pada Young Lex sendiri.
Selain itu, video musik “The Last King” telah dihapus dari platform digital, menunjukkan bahwa pihak yang bertanggung jawab merasa bersalah atas tuduhan plagiarisme. Pemilik hak cipta Lay, yaitu SM Entertainment, juga mungkin akan mengevaluasi apakah ada pelanggaran yang terjadi. Jika terbukti, mereka berhak untuk menuntut ganti rugi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Pentingnya Registrasi Hak Cipta
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya registrasi hak cipta bagi para kreator. Dengan mendaftarkan karya seni ke Kementerian Hukum dan HAM, kreator dapat memperkuat posisi hukumnya dalam melindungi karyanya dari plagiarisme. Selain itu, registrasi juga membantu dalam menyelesaikan sengketa hak cipta secara lebih cepat dan efisien.
Kontrak Hukum, sebuah platform digital yang menyediakan layanan hukum praktis, menyarankan kepada para kreator untuk segera mendaftarkan hak cipta karyanya. Jika tidak tahu cara melakukannya, Kontrak Hukum siap membantu dengan layanan konsultasi hukum yang mudah diakses. Pengguna dapat menghubungi melalui fitur Ask KH atau mengirim pesan melalui Instagram @kontrakhukum.
Langkah-Langkah Menghindari Plagiarisme
Untuk menghindari masalah plagiarisme, kreator sebaiknya mengikuti beberapa langkah berikut:
- Mempelajari aturan hukum terkait hak cipta – Memahami hak moral dan ekonomi serta batasan penggunaan karya orang lain.
- Mencari izin sebelum mengadaptasi karya orang lain – Pastikan semua penggunaan karya seni dilakukan dengan izin resmi.
- Mendaftarkan karya seni ke lembaga terkait – Seperti Kementerian Hukum dan HAM untuk perlindungan hukum yang lebih kuat.
- Membuat dokumentasi lengkap – Catat semua proses pembuatan karya, termasuk sumber inspirasi dan izin yang diperoleh.
- Memastikan kredibilitas dalam karya – Memberikan kredit yang layak kepada karya yang diinspirasi.
Dengan langkah-langkah ini, kreator dapat melindungi karyanya dan menghindari konflik hukum yang tidak diinginkan.
Penutup
Kasus Young Lex dan Lay EXO menjadi pengingat penting bagi seluruh kreator di Indonesia untuk lebih waspada terhadap hak cipta. Dalam era digital yang semakin berkembang, perlindungan karya seni menjadi semakin krusial. Dengan memahami hukum dan mendaftarkan karya seni secara resmi, kreator dapat menjaga reputasi dan kepentingan hukumnya. Jika Anda masih bingung bagaimana melakukannya, Kontrak Hukum siap membantu Anda dengan layanan hukum yang profesional dan mudah diakses.








