Di tengah pertumbuhan ekonomi yang pesat, perusahaan di Indonesia semakin berkembang dengan berbagai bentuk usaha. Namun, seiring dengan itu, pentingnya kepatuhan terhadap regulasi lingkungan hidup juga meningkat. Salah satu dokumen yang menjadi kunci dalam menjalankan usaha adalah Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL). SPPL tidak hanya sebagai bentuk komitmen perusahaan terhadap lingkungan, tetapi juga menjadi salah satu syarat wajib bagi pelaku usaha untuk memperoleh izin operasional.

SPPL merupakan surat pernyataan dari penanggung jawab usaha atau kegiatan yang menyatakan kesanggupannya untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak lingkungan dari aktivitas usaha tersebut. Dalam konteks hukum, SPPL memiliki peran penting karena menjadi bagian dari sistem perizinan berbasis risiko (OSS-RBA) yang diterapkan pemerintah. Pelaku usaha yang tidak memiliki SPPL bisa menghadapi sanksi administratif maupun pidana, termasuk denda hingga Rp1 miliar dan hukuman penjara maksimal 1 tahun.

Dengan demikian, memahami apa itu SPPL dan bagaimana cara memperolehnya sangat penting bagi pelaku usaha. Artikel ini akan membahas secara lengkap tentang SPPL, mulai dari pengertian, persyaratan, prosedur pendaftaran, serta contoh usaha yang wajib memiliki SPPL. Selain itu, artikel ini juga akan memberikan informasi terbaru mengenai aturan terkini terkait SPPL berdasarkan UU Cipta Kerja dan kebijakan pemerintah terbaru.

Jasa Backlink

Apa Itu SPPL?

Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) adalah dokumen legal yang menunjukkan bahwa suatu usaha atau kegiatan bersedia mengelola dan memantau dampak lingkungan hidup yang timbul dari aktivitasnya. SPPL digunakan sebagai alat untuk memastikan bahwa pelaku usaha tidak merusak lingkungan selama menjalankan bisnisnya. Dokumen ini biasanya diperlukan untuk usaha yang tidak wajib melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Usaha Kecil dan Menengah (UKL-UPL), tetapi masih memiliki potensi dampak lingkungan yang signifikan.

Menurut Pasal 22 angka 13 UU Cipta Kerja, setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL wajib membuat SPPL yang diintegrasikan ke dalam Nomor Induk Berusaha (NIB). Penetapan jenis usaha yang wajib memiliki SPPL dilakukan oleh gubernur atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melalui keputusan gubernur atau bupati/wali kota. Meskipun pada umumnya bidang usaha yang ditetapkan di masing-masing daerah sama, jenis kegiatan dan skala/besaran yang diatur dapat berbeda karena kembali kepada penilaian masing-masing kepala daerah atas wilayahnya.

Persyaratan dan Prosedur Pengajuan SPPL

Untuk memperoleh SPPL, pelaku usaha harus melakukan permohonan terlebih dahulu ke Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di kota/kabupaten tempat usaha/kegiatan dilakukan. Proses pengajuan SPPL melibatkan beberapa tahapan, yaitu:

  1. Pengisian Formulir

    Pelaku usaha harus mengisi formulir SPPL yang tersedia di PTSP. Formulir ini berisi informasi dasar tentang usaha, seperti nama, alamat, jenis usaha, dan lain-lain.

  2. Pelampiran Dokumen Pendukung

    Pelaku usaha harus melampirkan dokumen-dokumen pendukung, antara lain:

  3. Identitas pemohon/penanggung jawab.
  4. Surat kuasa jika permohonan dilakukan melalui kuasa.
  5. Bukti kepemilikan tanah jika milik pribadi.
  6. Perjanjian sewa menyewa atau surat pernyataan jika tanah atau bangunan disewa.
  7. MOU jika ada kerjasama oleh pihak kedua atau ketiga.
  8. Akta pendirian dan perubahannya jika pemohon berbentuk badan usaha.
  9. SK pengesahan pendirian dan perubahan.
  10. NPWP.

  11. Verifikasi dan Pemeriksaan Data

    Setelah formulir dan dokumen dilampirkan, instansi lingkungan hidup akan melakukan verifikasi dan pemeriksaan data. Jika terdapat kekurangan data/informasi, pemohon wajib melengkapinya terlebih dahulu.

  12. Penerbitan SPPL

    Setelah verifikasi selesai, instansi lingkungan hidup akan memberikan tanda bukti pendaftaran SPPL jika usaha dan/atau kegiatan merupakan usaha dan/atau kegiatan yang wajib membuat SPPL. Jika usaha dan/atau kegiatan wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL, maka SPPL akan ditolak.

Selain melalui PTSP, pelaku usaha juga dapat menggunakan jasa layanan hukum dari Kontrak Hukum. Layanan ini telah terpercaya dalam menyelesaikan permasalahan hukum secara cepat, mudah, dan terjangkau. Data serta informasi milik pelaku usaha juga terjamin aman dan terlindungi.

Contoh Usaha yang Wajib Memiliki SPPL

Berdasarkan Keputusan Gubernur No. 2333 Tahun 2002, beberapa bidang usaha wajib memiliki SPPL. Contoh usaha yang wajib memiliki SPPL antara lain:

  • Bidang Perhubungan: Pembangunan pool angkutan, bengkel, pengujian kendaraan bermotor, dan uji emisi dengan luas lahan lebih dari 0,10 ha dan kurang dari 0,25 ha.
  • Bidang Prasarana Wilayah: Papan reklame/iklan dengan luas kurang dari 120 m³.
  • Bidang Pariwisata: Rumah makan/restoran yang menyediakan kurang dari 100 meja, obyek wisata kurang dari 1 ha, karaoke, kolam memancing, hingga pangkas rambut.
  • Bidang Kesehatan: Salon kecantikan, balai pengobatan, laboratorium, dan klinik.
  • Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral: Genset untuk kepentingan sendiri.
  • Bidang Pertanian: Budidaya tanaman pangan dengan skala 1 sampai 2 ha, budidaya ayam potong dengan produksi kurang dari 15.000 dan luas lahan kurang dari 1 hektar.
  • Bidang Perikanan: Budidaya ikan tambak dengan luas kurang dari 2 ha.
  • Bidang Kehutanan: Kegiatan pengusahaan komoditas hasil hutan baik kayu maupun non kayu yang memiliki kebutuhan bahan baku < 300 m³/bulan (kayu) dan < 300 ton/bulan (non kayu).
  • Bidang Perindustrian dan Perdagangan: Industri es krim dari susu, makaroni, mie, spaghetti, roti, kue kering, kue basah, bumbu masak dan sejenisnya.

Dampak Hukum Jika Tidak Memiliki SPPL

Pelaku usaha yang tidak memiliki SPPL akan menghadapi sanksi administratif berupa paksaan pemerintah. Jika tidak dijalankan, pelaku usaha akan dikenakan pembebanan denda. Selain itu, pelaku usaha juga dapat dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Penting untuk diketahui bahwa penerapan sanksi administrasi tidak membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab pemulihan dan pidana.

Tips dan Rekomendasi untuk Mendapatkan SPPL

Bagi pelaku usaha yang ingin mendapatkan SPPL, berikut beberapa tips dan rekomendasi:

  1. Pastikan Jenis Usaha Anda Termasuk dalam Kategori yang Wajib Memiliki SPPL

    Sebelum mengajukan SPPL, pastikan jenis usaha Anda termasuk dalam kategori yang wajib memiliki SPPL. Informasi ini dapat ditemukan dalam keputusan gubernur atau bupati/wali kota setempat.

  2. Persiapkan Dokumen yang Dibutuhkan

    Pastikan semua dokumen pendukung seperti identitas pemohon, surat kuasa, bukti kepemilikan tanah, perjanjian sewa menyewa, MOU, akta pendirian, SK pengesahan, dan NPWP sudah lengkap.

  3. Konsultasi dengan Ahli Hukum

    Jika Anda merasa bingung atau tidak yakin dengan prosedur pengajuan SPPL, konsultasikan dengan ahli hukum atau layanan hukum profesional seperti Kontrak Hukum.

  4. Gunakan Layanan Digital untuk Proses Pengajuan

    Banyak layanan digital kini menyediakan kemudahan dalam pengajuan SPPL. Misalnya, platform digital seperti Kontrak Hukum menyediakan layanan hukum online yang mudah dan efisien.

  5. Jaga Kepatuhan Terhadap Regulasi Lingkungan

    Selain SPPL, pastikan Anda juga memenuhi regulasi lingkungan lainnya seperti AMDAL atau UKL-UPL jika diperlukan.

Kesimpulan

SPPL adalah dokumen penting yang harus dimiliki oleh pelaku usaha di Indonesia. Dengan memiliki SPPL, pelaku usaha tidak hanya memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga menunjukkan komitmen terhadap lingkungan. Proses pengajuan SPPL cukup sederhana, namun memerlukan persiapan yang matang dan pemahaman yang baik terhadap regulasi yang berlaku. Bagi pelaku usaha yang belum memiliki SPPL, segera ajukan SPPL agar tidak terkena sanksi administratif maupun pidana. Dengan begitu, bisnis Anda akan lebih aman dan stabil di masa depan.