Pemerintah DKI Jakarta telah mengumumkan kenaikan tarif pajak hiburan yang menimbulkan protes dari sejumlah pelaku usaha di sektor hiburan. Salah satu tokoh yang menyampaikan keluhan adalah Inul Daratista, penyanyi dangdut dan pemilik tempat karaoke Inul Vizta. Ia mengecam rencana kenaikan pajak hiburan yang berpotensi memberatkan bisnisnya. Dalam unggahan di akun X.com-nya, Inul menulis bahwa pajak hiburan akan naik dari 25% menjadi 40-75%. “Entertainment tax rises from 25% to 40-75% sing nggawe rules want to invite modyar tah!!!!,” tulisnya.
Dalam video yang diunggahnya, Inul menunjukkan kondisi tempat karaoke miliknya di Jakarta Selatan. Dari video tersebut, tampak hanya dua hingga tiga ruangan yang terisi pengunjung. Ia juga menanyakan kepada karyawan tentang pajak yang dikenakan. “Bahkan dengan pajak 25%, banyak pengunjung mengeluh. Bagaimana jika pajak meningkat 70 persen, pasti akan lebih banyak keluhan,” ujar salah satu karyawan Inul Vizta.
Kenaikan pajak ini merujuk pada peraturan undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU 1/2022). Berdasarkan informasi dari CNBC Indonesia, pemerintah provinsi DKI Jakarta secara resmi menaikkan pajak hiburan khusus seperti diskotek, karaoke, klub malam, bar, dan sauna/spa sebesar 40%. Aturan ini sesuai dengan ketentuan pajak objek tertentu (PBJT) dalam UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Regulasi ini ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024, yang ditandatangani oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono pada 5 Januari 2024.
Pajak PBJT merupakan pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan jasa tertentu, termasuk layanan hiburan khusus. Pajak ini dikumpulkan oleh pemerintah daerah atau kota.
Perbedaan Tarif Lama dan Tarif Baru
Perbedaan antara tarif pajak hiburan lama dan baru cukup signifikan. Sebelumnya, ketentuan pajak hiburan diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015. Berdasarkan aturan ini, tempat pijat dan sauna/spa dikenai pajak 35 persen. Sementara itu, pajak hiburan untuk diskotek, karaoke, dan hiburan malam dalam bentuk klub, pub, bar, musik hidup atau DJ sebesar 25 persen. Dulu, pajak hiburan tidak memiliki batas minimum. Namun, pemerintah daerah dapat menetapkan pajak hiburan maksimal 35 persen. Hal ini diatur dalam Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU 28/2009). Untuk acara fashion show, kontes kecantikan, diskotek, karaoke, klub malam, permainan kecepatan, tempat pijat, dan sauna/spa, pajak hiburan dapat ditetapkan maksimal 75 persen (Pasal 45 ayat (2) UU 28/2009).
Saat ini, ketentuan pajak hiburan diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2022. Secara khusus, untuk layanan hiburan diskotek, karaoke, klub malam, bar, dan sauna/spa, pajak ditetapkan minimal 40 persen dan maksimal 75 persen. Dari sini, terlihat adanya ketentuan minimum untuk penerapan pajak hiburan (PBJT), yaitu 40 persen. Ini dinilai sangat tinggi oleh para pelaku usaha di sektor hiburan.
Sektor yang Terkena Dampak
Sektor bisnis yang paling terdampak oleh kenaikan pajak hiburan minimum adalah sektor pariwisata atau bisnis layanan hiburan. Berdasarkan Pasal 55 ayat (1) UU 1/2022, layanan seni dan hiburan yang menjadi objek PBJT mencakup:
- Film atau bentuk pertunjukan audio-visual yang ditampilkan secara langsung di lokasi tertentu;
- Pertunjukan seni, musik, tari, dan/atau fashion;
- Kontes kebugaran;
- Pameran;
- Sirkus, akrobatik, dan pertunjukan sulap;
- Balap kuda dan balap kendaraan bermotor;
- Permainan kecepatan;
- Olahraga menggunakan tempat/ruang dan/atau alat serta perlengkapan olahraga dan kebugaran;
- Wahana air rekreasi, wahana ekologis, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, memancing, agritourism, dan kebun binatang;
- Tempat pijat dan refleksi;
- Diskotek, karaoke, klub malam, bar, dan sauna/spa.
Penjelasan Tentang Pajak Hiburan
Pajak hiburan khusus (PBJT) dikenakan terhadap konsumen akhir atas penggunaan layanan hiburan tertentu. Pajak ini diambil oleh pemerintah daerah atau kota. Dalam UU 1/2022, pajak hiburan diberlakukan sebagai bagian dari sistem fiskal yang lebih luas. Dengan peningkatan tarif, pelaku usaha harus menyesuaikan biaya operasional dan strategi pemasaran agar tetap kompetitif.
Tanggapan dari Pelaku Usaha
Pelaku usaha di sektor hiburan, termasuk Inul Daratista, merasa khawatir dengan kenaikan pajak ini. Mereka khawatir akan menurunkan jumlah pengunjung dan mengurangi pendapatan. Kenaikan pajak yang signifikan bisa berdampak pada daya beli masyarakat, terutama bagi mereka yang biasanya sering mengunjungi tempat hiburan. Para pelaku usaha berharap pemerintah dapat memberikan solusi atau relaksasi regulasi agar bisnis mereka tetap bertahan.
Solusi dan Bantuan Hukum
Untuk membantu pelaku usaha menghadapi perubahan regulasi pajak, Kontrak Hukum menyediakan layanan Digital Business Assistant (DiBA) yang dapat membantu dalam hal pajak, keuangan, kepatuhan hukum, dan konsultasi tak terbatas. Layanan ini dirancang untuk memudahkan bisnis dalam menjalankan operasional harian. DiBA menawarkan solusi lengkap untuk kebutuhan bisnis, termasuk pembuatan dokumen hukum, analisis pajak, dan pengelolaan keuangan.
Rekomendasi untuk Bisnis
Bagi pelaku usaha yang ingin menyesuaikan diri dengan perubahan regulasi, penting untuk memahami peraturan pajak hiburan yang baru. Mereka disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli hukum atau profesional pajak untuk mendapatkan panduan yang tepat. Selain itu, pelaku usaha juga dapat memanfaatkan layanan digital seperti DiBA untuk mengelola kebutuhan bisnis secara efisien.
Kesimpulan
Kenaikan pajak hiburan di DKI Jakarta telah memicu protes dari sejumlah pelaku usaha, termasuk Inul Daratista. Meskipun pemerintah menetapkan aturan ini untuk meningkatkan pendapatan daerah, pelaku usaha khawatir akan dampak negatif terhadap bisnis mereka. Dengan adanya layanan digital seperti DiBA, pelaku usaha dapat lebih mudah mengelola kebutuhan bisnis mereka dan tetap kompetitif di tengah perubahan regulasi.