Dalam dunia bisnis, merek menjadi salah satu aset paling berharga yang bisa membedakan produk atau jasa suatu perusahaan dari pesaingnya. Namun, ketika dua merek memiliki kesamaan yang signifikan, sengketa merek bisa terjadi. Salah satu contoh kasus yang menarik perhatian adalah sengketa antara merek Solaria dan Solaris. Kasus ini tidak hanya menggambarkan pentingnya perlindungan merek, tetapi juga menunjukkan bagaimana sistem hukum di Indonesia menangani masalah serupa.

Solaria adalah merek restoran ternama yang dikenal dengan menu andalan hidangan Asia. Merek ini telah terdaftar secara resmi di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dan memiliki cakupan luas di berbagai negara seperti Singapura, Australia, Malaysia, dan lainnya. Sementara itu, Solaris muncul sebagai merek baru yang terdaftar pada kelas 30, yang mencakup produk makanan seperti krupuk, mie, dan snack. Meski terdaftar lebih lambat, Solaris dinilai memiliki kesamaan yang sangat tinggi dengan Solaria dalam hal nama, desain, dan jenis barang yang dilindungi.

Kasus ini akhirnya berujung pada gugatan pembatalan pendaftaran merek oleh pemilik Solaria, Aliyuanto, ke Pengadilan Negeri Makassar. Putusan pengadilan membenarkan tuntutan tersebut, menyatakan bahwa merek Solaris memiliki persamaan pada pokoknya dengan Solaria. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun sistem hukum Indonesia mengacu pada prinsip first to file, perlindungan merek terkenal tetap menjadi prioritas utama untuk mencegah penyalahgunaan reputasi merek yang sudah ada.

Kronologi Sengketa Merek Solaria dan Solaris

Sengketa merek antara Solaria dan Solaris dimulai ketika Aliyuanto, pemilik merek Solaria, mengetahui adanya pendaftaran merek Solaris yang terdaftar di Daftar Umum Merek. Merek Solaria sendiri telah terdaftar sejak lama, dengan nomor pendaftaran IDM000219940 dan telah diperpanjang hingga tahun 2030. Merek ini juga telah terdaftar di beberapa negara, termasuk Singapura, Australia, Malaysia, Vietnam, Kamboja, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Dengan demikian, Solaria memiliki reputasi internasional dan nilai ekonomi yang tinggi.

Di sisi lain, merek Solaris yang didaftarkan oleh Erwin Munandar memiliki nomor pendaftaran IDM000676148 dan terdaftar di kelas 30, yang mencakup berbagai jenis makanan dan minuman. Aliyuanto merasa bahwa pendaftaran merek Solaris dilakukan atas itikad tidak baik karena memiliki kesamaan yang signifikan dengan merek Solaria. Kesamaan tersebut meliputi visualisasi, penulisan, dan jenis barang yang dilindungi. Selain itu, kedua merek juga memiliki kemiripan dalam ucapan dan bunyi, sehingga dapat menimbulkan kebingungan bagi konsumen.

Atas dasar ini, Aliyuanto mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran merek Solaris ke Pengadilan Negeri Makassar. Gugatan ini dilakukan karena ia meyakini bahwa pendaftaran merek Solaris dilakukan tanpa izin dan bertujuan untuk membonceng reputasi merek Solaria yang sudah terkenal. Proses hukum ini berlangsung selama beberapa tahapan, termasuk banding, sebelum akhirnya putusan dijatuhkan.

Jasa Stiker Kaca

Putusan Pengadilan Negeri Makassar

Putusan Pengadilan Negeri Makassar No. 3/Pdt.Sus-HKI/2020/PN Niaga Mks memutuskan bahwa merek Solaris memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek Solaria. Majelis hakim yang dipimpin oleh Tito Suhud, Rika Mona Pandegirot, dan Dzulkifli menyatakan bahwa kedua merek tersebut memiliki kesamaan dalam bentuk, warna, dan huruf. Meskipun Solaria menggunakan huruf kecil dan Solaris menggunakan huruf kapital, bentuk hurufnya sangat mirip.

Jasa Backlink

Selain itu, majelis hakim juga menemukan kesamaan dalam ucapan dan bunyi antara kedua merek tersebut. Perbedaan hanya terletak pada huruf terakhir, yaitu “A” pada Solaria dan “S” pada Solaris. Namun, jika diucapkan, keduanya akan menghasilkan bunyi yang hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa merek Solaris dapat menimbulkan kebingungan bagi konsumen, terutama karena reputasi Solaria yang sudah mapan.

Putusan ini memberikan perlindungan hukum yang kuat kepada merek Solaria. Dengan demikian, pihak yang ingin menggunakan merek serupa harus memastikan bahwa tidak ada kesamaan yang cukup signifikan dengan merek yang sudah terdaftar dan memiliki reputasi baik. Ini juga menjadi peringatan bagi pelaku usaha untuk melakukan analisis merek sebelum mengajukan pendaftaran.

Perlindungan Merek Terdaftar di Indonesia

Sistem perlindungan merek di Indonesia didasarkan pada prinsip first to file, yang berarti pihak yang pertama kali mengajukan pendaftaran merek akan mendapatkan hak eksklusif atas merek tersebut. Namun, dalam praktiknya, merek yang sudah memiliki reputasi dan nilai ekonomi tinggi seringkali menjadi target bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Mereka mencoba memanfaatkan reputasi merek yang sudah ada dengan membuat merek serupa atau menyerupai.

Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU 20/2016) menjelaskan bahwa permohonan merek harus ditolak jika merek tersebut memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terdaftar. Hal ini berlaku untuk merek terdaftar milik pihak lain, merek terkenal, atau merek yang memiliki reputasi baik.

Selain itu, Pasal 83 ayat (1) UU 20/2016 juga menjelaskan bahwa pemilik merek terdaftar atau penerima lisensi dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang menggunakan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya. Gugatan ini dapat berupa gugatan ganti rugi atau penghentian penggunaan merek yang tidak sah.

Dengan demikian, perlindungan merek terdaftar di Indonesia tidak hanya terbatas pada pendaftaran awal, tetapi juga melibatkan langkah-langkah hukum yang dapat diambil untuk mencegah penyalahgunaan merek. Ini menjadi penting bagi pelaku usaha untuk memahami hak dan kewajiban mereka dalam menjaga reputasi merek mereka.

Pentingnya Analisis Merek Sebelum Pendaftaran

Kasus sengketa merek Solaria dan Solaris menunjukkan betapa pentingnya melakukan analisis merek sebelum mengajukan pendaftaran. Analisis merek bertujuan untuk memastikan bahwa merek yang akan diajukan tidak memiliki kesamaan yang signifikan dengan merek yang sudah ada. Hal ini membantu menghindari risiko sengketa dan kerugian hukum yang bisa terjadi.

Analisis merek melibatkan beberapa langkah, termasuk pencarian merek yang sudah terdaftar, evaluasi kemiripan visual dan fonetik, serta penilaian potensi konflik. Dengan melakukan analisis yang mendalam, pelaku usaha dapat memperkirakan apakah merek mereka akan diterima atau ditolak oleh DJKI. Selain itu, analisis juga membantu menentukan strategi pemasaran dan positioning merek agar lebih efektif.

Untuk membantu proses ini, banyak layanan profesional seperti Kontrak Hukum menawarkan jasa analisis merek. Layanan ini dapat membantu pelaku usaha melakukan pengecekan secara mandiri atau melalui bantuan ahli hukum. Dengan demikian, pelaku usaha dapat menghindari risiko sengketa merek dan memastikan bahwa merek mereka aman secara hukum.

Tips Menghindari Sengketa Merek

Untuk menghindari sengketa merek, pelaku usaha dapat mengikuti beberapa langkah penting. Pertama, lakukan pencarian merek secara menyeluruh sebelum mengajukan pendaftaran. Gunakan database DJKI dan situs-situs resmi lainnya untuk memastikan bahwa merek yang akan diajukan belum terdaftar.

Kedua, lakukan analisis merek dengan cermat. Evaluasi kemiripan visual, fonetik, dan makna dari merek yang akan diajukan. Pastikan bahwa tidak ada kesamaan yang cukup signifikan dengan merek yang sudah ada.

Ketiga, gunakan jasa profesional seperti Kontrak Hukum untuk membantu proses pendaftaran dan analisis merek. Layanan ini dapat memberikan panduan yang tepat dan memastikan bahwa merek Anda aman secara hukum.

Keempat, pastikan bahwa merek yang diajukan memiliki identitas yang jelas dan unik. Hindari penggunaan kata-kata yang sudah umum atau memiliki arti yang sama dengan merek lain. Dengan demikian, merek Anda akan lebih mudah dikenali dan memiliki nilai yang lebih tinggi.

Dengan mengikuti langkah-langkah ini, pelaku usaha dapat menghindari sengketa merek dan memastikan bahwa merek mereka dilindungi secara hukum.