Dalam dunia bisnis yang semakin kompetitif, merek menjadi salah satu aset terpenting bagi perusahaan. Merek yang kuat dapat menciptakan identitas unik, meningkatkan pengenalan merek, dan paling penting, mendukung pertumbuhan bisnis. Namun, dengan pembukaan pasar global, tantangan baru terkait perlindungan merek juga muncul, khususnya dalam konteks sengketa antara usaha lokal dan perusahaan asing. Konflik sengketa merek bisa muncul dari berbagai situasi, mulai dari kesamaan nama merek hingga tindakan sengaja atau tidak sengaja pelanggaran hak cipta atau merek. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam beberapa kasus sengketa merek antara usaha lokal dan perusahaan asing. Semoga bisa menjadi pelajaran agar tidak terjadi kejadian serupa!
Kasus Sengketa Merek PUMA vs PUMA Mosquito Coil
Pada April 2023, perusahaan sepatu dan perlengkapan olahraga Jerman, PUMA, menggugat produsen pengusir nyamuk Indonesia bernama “Puma” yang memiliki merek dengan nomor registrasi IDM000229381 atas nama Reno Mustopoh. PUMA mengajukan gugatan karena Reno dianggap telah mendaftarkan merek “Puma” secara tidak baik. Namun, Reno berargumen bahwa ia tidak memiliki niat buruk dalam mendaftarkan mereknya. Ia juga menyatakan bahwa tidak ada maksud untuk menyalin merek terkenal Jerman tersebut dengan alasan bahwa pendaftaran yang diajukan adalah untuk perlindungan pengusir nyamuk di kelas 5, yang berbeda dari perlindungan merek sepatu PUMA. Perusahaan sepatu Jerman itu tampaknya memiliki pandangan sendiri. Mereka berargumen bahwa meskipun ada perbedaan kelas dan produk dalam pendaftaran merek pengusir nyamuk Puma, hal itu tidak bisa menjadi alasan dan tindakan tersebut termasuk dalam kejahatan penipuan dalam mendaftarkan merek. Diketahui bahwa merek sepatu PUMA masih memiliki merek yang terdaftar di beberapa negara yang aktif, termasuk di Indonesia. Hal ini telah memperkuat pengetahuan publik tentang merek PUMA yang akhirnya membuktikan bahwa PUMA merupakan merek yang dikenal luas sesuai ketentuan Permenkumham tentang pendaftaran merek. Dengan status sebagai merek yang dikenal luas, PUMA memiliki hak untuk melarang pendaftaran merek serupa untuk setiap produk atau layanan. Hal ini sejalan dengan isi putusan yang dikeluarkan oleh panel hakim sebagai berikut:
- Mengumumkan PUMA Jerman sebagai merek yang dikenal luas dan sebagai pemilik serta pendaftar pertama di berbagai negara di seluruh dunia.
- Menyatakan bahwa merek pengusir nyamuk Puma di Indonesia secara substansial atau sepenuhnya mirip dengan merek terkenal.
- Membatalkan permohonan pendaftaran merek Puma untuk produk pengusir nyamuk karena telah mendaftarkan merek secara tidak baik.
- Selain itu, putusan juga mengubah status registrasi merek pengusir nyamuk Puma menjadi “Dibatalkan”. Dengan demikian, penggunaan merek Puma secara resmi dilarang atau harus memperoleh izin sebelumnya dari PUMA Jerman jika ingin menggunakan merek Puma.
Kasus Sengketa Merek HUGO BOSS vs Local Hugo
HUGO BOSS telah memasarkan produknya sejak tahun 1924. Saat ini, HUGO BOSS memproduksi jas pria, jaket, mantel, kemeja, dan celana. Sementara di Indonesia, HUGO BOSS telah mendaftarkan mereknya sejak tahun 1989. Seperti yang dilaporkan oleh situs web Mahkamah Agung, kasus dimulai ketika HUGO BOSS menggugat merek Hugo lokal milik Anthony Tan. Seri merek yang dipertanyakan adalah Hugo Select Line, Hugo Selectline + Painting, Hugo Selection, Hugo Classic dan Hugo Man, Hugo Active dan Hugo Street. Perusahaan fesyen Jerman itu tidak menerima mereknya disalin oleh Anthony Tan dan meminta pengadilan untuk membatalkan merek terdaftar tersangka. Pada 4 Januari 2021, Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Jakpus) menolak gugatan HUGO BOSS. Ketua panel menganggap bahwa ada kemampuan perbedaan antara merek Penggugat dan Tergugat dalam hal penampilan, pelafalan, penempatan, dan perbedaan suara sehingga merek tersebut tidak bisa dikatakan memiliki kesamaan esensial. Karena alasan ini, HUGO BOSS tidak menerima dan mengajukan banding. Banding diterima. Kasasi diterima. Mahkamah Agung mengumumkan bahwa merek HUGO BOSS Jerman adalah merek yang telah secara sah terdaftar untuk pertama kalinya di Indonesia pada tahun 1989. Mahkamah Agung juga membatalkan merek Hugo lokal.
Kasus Sengketa Merek Lexus vs Prolexus Brand
Merek Lexus dikenal sebagai produsen mobil mewah yang menawarkan kendaraan dengan teknologi terbaru dan gaya tak tertandingi. Di sisi lain, Prolexus adalah perusahaan yang fokus pada produk sepatu. Kasus dimulai ketika produsen Lexus, Toyota Kabushiki Kaisha, mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Jakpus) terhadap ProLexus. Perusahaan mobil kelas dunia mengirimkan bukti sertifikat merek yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 11 Juni 2012. Mereka menganggap Prolexus bertujuan untuk mengambil alih merek Lexus yang dikenal. Namun, dalam persidangan semua fakta terungkap. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 450K/Pdt.Sus-HKI/2014, perusahaan mobil Lexus harus menerima fakta kekalahan mereka karena Prolexus tidak terbukti mendaftarkan mereknya secara tidak baik.
Pelajaran yang Didapat
Keberadaan merek memiliki peran penting dalam aktivitas perdagangan. Selain menjadi perbedaan dengan produk lain, merek bisa menjadi dasar pengembangan perdagangan modern yang cakupannya mencakup reputasi penggunaan merek (goodwill), sebagai simbol kualitas dan standar kualitas yang bisa menembus berbagai jenis pasar. Di Indonesia sendiri mengikuti sistem first-to-file dalam sistem pendaftaran merek, di mana seseorang yang membuat aplikasi dan aplikasi diterima lebih dulu akan memperoleh hak atas merek yang terdaftar. Oleh karena itu, sesuai Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, sebuah merek tidak dapat didaftarkan ketika merek tersebut secara substansial atau seluruhnya sama. Dalam hal ini, kesamaan menciptakan kesan kesamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi elemen, serta kesamaan suara lantang yang terkandung dalam tanda. Namun, penggunaan merek serupa sebenarnya bisa didaftarkan, selama keduanya berada dalam kelas merek yang berbeda. Aturan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1993 tentang Kelas Barang atau Jasa untuk Pendaftaran Merek (PP 24/1993). Kelas Merek adalah kelompok bidang usaha yang dilakukan oleh sebuah merek dan berfungsi sebagai batasan hak penggunaan merek. Berdasarkan PP 24/1993, terdapat 45 kelas barang dan jasa yang berbeda. Dalam proses pendaftaran merek, calon pemohon akan diminta menentukan kelas merek yang akan digunakan untuk merek tersebut.
Pentingnya Registrasi Merek dan Analisis
Untuk menghindari konflik serupa, segera daftarkan merek Anda secara resmi ke DJKI Kemenkumham! Jangan lupa melakukan analisis merek sebelum melakukan pendaftaran. Dengan begitu, risiko sengketa dapat diminimalkan. Untuk bantuan, Anda dapat mempercayakan kepada Kontrak Hukum. Kami dapat membantu pemilik usaha mendaftarkan merek melalui proses analisis terlebih dahulu, sehingga mengurangi risiko sengketa. Untuk informasi pemesanan layanan, silakan kunjungi halaman KH Services – Brand. Jika Anda memiliki kebutuhan bisnis lain, Anda juga dapat berkonsultasi gratis di Ask KH atau kirim pesan langsung (DM) ke Instagram @kontrakhukum.