Di tengah perkembangan ekonomi yang pesat dan perubahan pola kerja di Indonesia, regulasi terkait upah pekerja paruh waktu menjadi topik yang semakin mendapat perhatian. Kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah mengatur bagaimana upah untuk pekerja paruh waktu harus dihitung berdasarkan jam kerja, bukan hanya bulanan. Hal ini merupakan langkah penting dalam menjamin keadilan dan perlindungan bagi para pekerja yang bekerja kurang dari 7 jam sehari atau 35 jam seminggu.
Regulasi ini diterbitkan sebagai bagian dari revisi Peraturan Pemerintah No. 78/2015 tentang Upah (PP Pengupahan) dan juga merujuk pada UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja (Job Creation Law). Dalam hal ini, pasal 14 PP Pengupahan menyatakan bahwa upah ditentukan berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil. Upah berdasarkan satuan waktu bisa dihitung per jam, harian, atau bulanan. Namun, hanya pekerja paruh waktu yang dapat menerima upah per jam.
Menurut penjelasan Pasal 16 Ayat 1 PP Pengupahan, istilah “bekerja paruh waktu” merujuk pada pekerja yang bekerja kurang dari 7 jam per hari dan kurang dari 35 jam per minggu. Sementara itu, pekerja tetap memiliki jam kerja 8 jam per hari dan 40 jam per minggu selama 5 hari kerja dan menerima upah bulanan. Upah per jam ditentukan melalui kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja, tetapi tidak boleh lebih rendah dari hasil perhitungan rumus upah per jam.
Rumus perhitungan upah per jam adalah upah bulanan dibagi 126. Angka 126 berasal dari perkalian 29 jam per minggu dengan 52 minggu dalam setahun, kemudian dibagi 12 bulan. Angka 29 jam ini merupakan rata-rata jam kerja pekerja paruh waktu di seluruh provinsi. Jika terjadi perubahan signifikan dalam rata-rata jam kerja pekerja paruh waktu, angka 126 dalam rumus tersebut dapat direvisi. Revisi dilakukan dan hasilnya ditentukan oleh Menteri dengan mempertimbangkan hasil studi yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan Nasional.
Regulasi upah per jam ini baru saja diperkenalkan, sehingga sebelumnya PP Pengupahan tidak mengatur upah per jam. Hal ini disebutkan dalam Pasal 13 PP Pengupahan, yang menyatakan bahwa upah berdasarkan satuan waktu ditentukan per hari, minggu, atau bulanan. Meskipun demikian, aturan upah harian tetap tidak berubah dalam PP Pengupahan, yaitu:
- Untuk perusahaan dengan sistem kerja 6 hari dalam seminggu, upah bulanan dibagi 25.
- Untuk perusahaan dengan sistem kerja 5 hari dalam seminggu, upah bulanan dibagi 21.
Dengan berkembangnya teknologi, regulasi upah per jam sangat dibutuhkan. Teknologi modern membantu pekerja menyelesaikan tugas lebih cepat dan menghemat waktu kerja. Selain itu, pekerja paruh waktu bisa bekerja di lebih dari satu tempat jika aturan ini diterapkan. Contohnya, seorang guru tari mengajar di beberapa pusat seni dan memiliki jam kerja 3 jam per sesi. Dalam sehari, guru tari tersebut bisa mengajar di beberapa studio berbeda. Ini akan efisien dan fleksibel.
Regulasi upah per jam juga memberi peluang bagi perusahaan untuk memberikan fleksibilitas dalam penggajian. Dengan sistem upah tetap, karyawan yang datang dengan jumlah hari yang berbeda tetap menerima gaji yang sama. Namun, dengan sistem upah per jam, gaji yang diterima karyawan sesuai dengan jam kerjanya.
Namun, upah per jam tidak boleh diterapkan pada sektor kerja intensif di mana perusahaan membayar berdasarkan pesanan. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kesejahteraan karyawan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menetapkan jenis pekerjaan yang dapat diterapkan dengan upah per jam. Menurut laporan dari kompas.com, sektor yang dimaksud adalah pekerjaan pendukung industri seperti layanan dan perdagangan.
Untuk sektor layanan, upah per jam sangat efektif diterapkan pada jasa konsultasi, pengacara, atau tutor. Hal ini karena pekerjaan ini sangat fleksibel dalam hal waktu. Sementara itu, di sektor perdagangan, bisnis restoran adalah salah satu contohnya.
Penerapan aturan upah per jam juga diharapkan dapat menjadi aset bagi Indonesia dalam menarik investor dan menciptakan lapangan kerja. Regulasi ini dirancang untuk melindungi kesejahteraan pekerja dan memberikan panduan jika diimplementasikan secara legal.
Pemahaman yang baik tentang aturan upah per jam sangat penting bagi para pemilik usaha dan pekerja. Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat mengunduh RPP Pengupahan di situs resmi https://uu-ciptakerja.go.id/. Jika Anda memiliki pertanyaan terkait hukum ketenagakerjaan, jangan ragu untuk menghubungi Kontrak Hukum melalui tautan Ask KH.
Perbedaan Upah Harian, Mingguan, dan Bulanan
Aturan upah harian tetap berlaku dalam PP Pengupahan, meskipun regulasi upah per jam baru-baru ini diperkenalkan. Untuk perusahaan dengan sistem kerja 6 hari dalam seminggu, upah bulanan dibagi 25. Sementara itu, perusahaan dengan sistem kerja 5 hari dalam seminggu, upah bulanan dibagi 21. Hal ini menunjukkan bahwa upah harian dan mingguan masih relevan dalam banyak sektor bisnis.
Namun, dengan adanya regulasi upah per jam, pekerja paruh waktu memiliki hak untuk menerima upah berdasarkan jam kerja mereka. Ini menjawab kebutuhan akan fleksibilitas dalam dunia kerja modern. Dengan demikian, aturan ini tidak hanya melindungi kesejahteraan pekerja tetapi juga meningkatkan produktivitas perusahaan.
Pentingnya Regulasi Upah Paruh Waktu
Regulasi upah paruh waktu adalah langkah penting dalam memastikan keadilan dan perlindungan bagi pekerja. Dengan aturan ini, pekerja paruh waktu tidak lagi terjebak dalam sistem upah bulanan yang tidak proporsional dengan jam kerjanya. Aturan ini juga membuka peluang bagi perusahaan untuk memberikan fleksibilitas dalam penggajian, sehingga lebih mudah menyesuaikan dengan kebutuhan bisnis.
Selain itu, regulasi ini juga membantu pemerintah dalam menarik investasi asing. Dengan sistem upah yang jelas dan transparan, perusahaan asing akan lebih percaya untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini dapat berdampak positif pada penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Tantangan dalam Implementasi Regulasi
Meskipun regulasi upah paruh waktu memiliki manfaat besar, ada tantangan dalam implementasinya. Salah satu tantangan utama adalah memastikan bahwa perusahaan mematuhi aturan ini. Banyak perusahaan mungkin enggan mengubah sistem penggajian mereka karena biaya tambahan. Namun, dengan regulasi yang jelas dan penegakan hukum yang kuat, perusahaan akan lebih sadar akan tanggung jawab mereka terhadap pekerja.
Selain itu, perlu ada edukasi yang lebih luas kepada para pemilik usaha dan pekerja tentang aturan ini. Dengan pemahaman yang baik, semua pihak dapat bekerja sama dalam menerapkan regulasi ini secara efektif.
Kesimpulan
Regulasi upah paruh waktu merupakan langkah penting dalam memastikan keadilan dan perlindungan bagi pekerja. Dengan aturan ini, pekerja paruh waktu dapat menerima upah yang proporsional dengan jam kerjanya. Selain itu, regulasi ini juga membuka peluang bagi perusahaan untuk memberikan fleksibilitas dalam penggajian. Meskipun ada tantangan dalam implementasinya, dengan edukasi dan penegakan hukum yang kuat, regulasi ini dapat memberikan dampak positif bagi ekonomi nasional.








