Menjadi seorang ibu adalah tugas yang penuh tantangan, tetapi bagi mereka yang memiliki keterbatasan fisik atau kondisi khusus, perjalanan menjadi orang tua bisa jauh lebih rumit. Angkie Yudistia, seorang ibu dua anak dan CEO perusahaan yang bergerak di bidang pelatihan tenaga kerja penyandang disabilitas, membuktikan bahwa keterbatasan tidak menghalangi seseorang untuk menjadi ibu yang tangguh. Meski mengalami tuna rungu, ia mampu menjalani perannya sebagai ibu dengan penuh semangat, kekuatan, dan dukungan dari lingkungan sekitarnya.

Kehidupan Angkie Yudistia menunjukkan bahwa keberhasilan tidak hanya diukur dari kesuksesan karier, tetapi juga dari kemampuan untuk menjalani peran penting dalam keluarga. Dengan latar belakang pendidikan dari London School of Public Relations, ia membangun perusahaan bernama Thisable Enterprise yang fokus pada pengembangan potensi para penyandang disabilitas. Namun, di balik kesuksesan itu, ia juga menghadapi tantangan unik sebagai seorang ibu dengan kondisi tuna rungu.

Perjalanan Angkie sebagai ibu tidak selalu mulus. Dari proses persalinan yang rumit hingga kebutuhan khusus anak-anaknya, ia terus berjuang untuk menyeimbangkan antara tugas profesional dan tanggung jawab sebagai ibu. Meskipun begitu, ia tidak pernah menyerah. Melalui bantuan suami, keluarga, dan komunitas, ia berhasil menjadi contoh nyata bahwa ketidaksempurnaan bukanlah penghalang.

Perjalanan Sebagai Ibu Tuna Rungu

Angkie Yudistia dikenal sebagai sosok inspiratif yang mampu melewati berbagai rintangan dalam hidupnya. Dengan kondisi tuna rungu, ia menghadapi tantangan ekstra dalam berkomunikasi dan mendengar suara anak-anaknya. Namun, ia tidak pernah membiarkan hal itu menghentikan dirinya dari menjalani peran sebagai ibu.

Dalam wawancara dengan theAsianparent, Angkie menceritakan bagaimana ia harus bersabar dan belajar banyak dari anak-anaknya, terutama putri pertamanya, Kayla. “Kayla kini menjadi telingaku,” katanya. Anak usia 3 tahun ini sering memberi tahu ibunya tentang hal-hal yang sedang terjadi, seperti tamu yang datang atau percakapan yang sedang berlangsung. Hal ini membantu Angkie tetap terhubung dengan dunia sekitarnya meski tidak bisa mendengar.

Selain itu, Angkie juga mengakui bahwa salah satu tantangan terbesarnya adalah mengatur emosi. “Yang paling sulit itu manajemen emosi,” ujarnya. Ketika pulang dari pekerjaan yang melelahkan, ia sering merasa kewalahan karena masih ada banyak tugas rumah tangga yang harus diselesaikan. Namun, ia tetap berusaha untuk tetap tenang dan tidak mudah terpengaruh oleh tekanan.

Jasa Stiker Kaca

Persalinan Anak Kedua yang Penuh Tantangan

Pada 24 Agustus lalu, Angkie melahirkan anak keduanya, Kinan. Proses persalinan ini jauh lebih sulit dibandingkan saat melahirkan anak pertama. Ia harus menjalani operasi caesar dan menghadapi masalah kesehatan pada bayinya, termasuk gangguan pernafasan dan kadar bilirubin rendah. Akibatnya, Kinan harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit.

Jasa Backlink

Meski situasi tersebut sangat melelahkan, Angkie tetap berusaha untuk tetap kuat. Ia mengakui bahwa dukungan dari suami dan keluarga sangat penting dalam masa-masa sulit ini. “Saya selalu bilang pada mereka, tolong dibantu kasih tahu saya jika anak saya kenapa-kenapa,” tuturnya. Dengan bantuan orang-orang terdekat, ia mampu menghadapi segala tantangan dengan ketenangan dan kepercayaan diri.

Dukungan Orang Sekitar Membuatnya Tetap Kuat

Angkie Yudistia menyadari bahwa dirinya tidak bisa melakukan semua hal sendirian. Oleh karena itu, ia selalu berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya agar bisa saling membantu. “Telinga saya memang tertutup, tapi pendengaran saya terbuka lewat suami, anak, dan orang-orang di sekitar saya,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan bahwa ia sering kesulitan dalam berbicara dengan anak-anaknya karena harus membaca bibir lawan bicara. Meski begitu, ia tetap berusaha untuk memahami dan menjalin hubungan yang baik dengan anak-anaknya. “Saya belajar banyak dari anak saya, dia seperti guru bagi saya,” tambahnya.

Selain itu, Angkie juga mengakui bahwa ia sering mengalami kesalahan paham saat berbicara dengan orang lain. Namun, ia tidak pernah menyerah. Dengan kesabaran dan ketekunan, ia terus berusaha untuk meningkatkan kemampuan komunikasinya.

Inspirasi Bagi Banyak Orang

Kisah Angkie Yudistia telah menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama bagi para penyandang disabilitas yang ingin menjalani kehidupan yang bermakna. Ia membuktikan bahwa ketidaksempurnaan bukanlah penghalang, tetapi justru menjadi alasan untuk terus berkembang dan berkontribusi positif bagi masyarakat.

Selain menjadi CEO perusahaan Thisable Enterprise, Angkie juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan komunitas. Ia sering berbagi pengalamannya melalui media dan acara-acara yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya inklusi dan hak asasi penyandang disabilitas.

Tips untuk Ibu Tuna Rungu

Bagi ibu-ibu dengan kondisi tuna rungu, Angkie Yudistia menyarankan beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membantu menjalani peran sebagai ibu. Pertama, komunikasi yang jelas dengan anggota keluarga dan lingkungan sekitar sangat penting. Kedua, jangan ragu untuk meminta bantuan ketika diperlukan. Ketiga, tetap percaya pada diri sendiri dan jangan biarkan keterbatasan menghentikan impian.

Selain itu, ia juga menyarankan untuk menggunakan alat bantu dengar atau teknologi modern yang dapat membantu dalam berkomunikasi. Dengan bantuan alat ini, ibu-ibu dengan kondisi tuna rungu dapat lebih mudah berinteraksi dengan anak-anak dan orang-orang di sekitarnya.

Kesimpulan

Kisah Angkie Yudistia mengajarkan kita bahwa keberhasilan tidak hanya diukur dari kesuksesan karier, tetapi juga dari kemampuan untuk menjalani peran penting dalam keluarga. Dengan ketekunan, dukungan dari orang terdekat, dan kepercayaan diri, ia mampu menjadi ibu yang tangguh dan inspirasi bagi banyak orang.

Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang pengalaman Angkie Yudistia dan cara ia menjalani kehidupan sebagai ibu tuna rungu, Anda dapat membaca artikel lengkapnya di theAsianparent.