Di tengah keramaian kehidupan sehari-hari, ada banyak hal yang sering kali terabaikan—terutama emosi yang mendalam dan penuh kesedihan. Salah satunya adalah pengalaman para orang tua yang kehilangan anak. Meski menjadi bagian dari kehidupan manusia, kehilangan anak seringkali dianggap sebagai topik yang tabu, membuat para orang tua merasa tidak nyaman untuk menyampaikan perasaannya. Namun, sebuah curhatan dari seorang ibu bernama Stacey Skrysak menggugah kembali pentingnya memberi ruang bagi mereka yang sedang berduka. Dalam postingannya di media sosial, ia mengungkapkan rasa sakit yang tak terucapkan selama ini, serta keinginan untuk bisa mengekspresikan kesedihannya tanpa merasa dihakimi.

Kehilangan anak bukanlah hal yang mudah untuk dihadapi. Setiap orang tua memiliki cara sendiri dalam mengelola duka, tetapi banyak dari mereka justru memilih untuk menyembunyikan perasaan tersebut karena takut dianggap tidak ikhlas atau tidak kuat. Ini menjadikan proses penyembuhan mental mereka lebih sulit, bahkan berujung pada isolasi sosial. Dalam konteks budaya Indonesia, masalah seperti ini sering kali dihindari atau dianggap sebagai hal yang tidak pantas dibicarakan. Padahal, 1 dari 4 wanita pernah mengalami kehilangan anak melalui keguguran, kelahiran prematur, atau kematian bayi. Angka ini menunjukkan bahwa isu ini sangat umum, namun masih kurang mendapat perhatian yang layak.

Curahan hati Stacey Skrysak mencerminkan perasaan yang dirasakan oleh banyak orang tua lainnya. Dalam foto yang ia unggah, terlihat kebahagiaan antara ibu dan putrinya, tetapi di balik itu tersimpan luka yang tak terlihat. Dua dari tiga anak kembar yang dilahirkannya telah pergi ke surga, meninggalkan rasa sakit yang tak pernah hilang. Ia juga menyebutkan bahwa masyarakat sering kali mengharapkannya untuk “berpura-pura baik” dan tidak menunjukkan kesedihannya. Hal ini memperkuat stigma bahwa kesedihan harus disembunyikan, bukan diterima dan dikelola dengan cara yang sehat.

Mengapa Kehilangan Anak Menjadi Topik Tabu?

Pada dasarnya, kehilangan anak adalah pengalaman yang sangat personal dan intens. Namun, dalam banyak budaya, termasuk Indonesia, hal ini sering kali dianggap sebagai sesuatu yang tidak pantas dibahas secara terbuka. Masyarakat cenderung menghindari topik ini karena merasa tidak nyaman atau takut terkena dampak emosional. Akibatnya, para orang tua yang sedang berduka sering kali merasa sendirian dan tidak memiliki tempat untuk berbagi.

Menurut penelitian dari World Health Organization (WHO), hingga tahun 2025, kehilangan anak masih menjadi salah satu tantangan psikologis terbesar yang dialami oleh para orang tua. Banyak dari mereka mengalami gejala depresi, kecemasan, dan gangguan tidur akibat rasa kesedihan yang terus-menerus. Namun, karena tidak adanya dukungan sosial yang memadai, banyak dari mereka tidak menerima bantuan yang diperlukan.

Selain itu, masyarakat sering kali memberikan nasihat-nasihat yang tidak relevan, seperti “Anda masih beruntung karena anak Anda sudah ada di surga” atau “Jangan menangis, itu hanya kehilangan biasa.” Meskipun niatnya baik, kata-kata ini justru dapat memperparah rasa kesedihan dan membuat orang tua merasa tidak didengar.

Jasa Stiker Kaca

Bagaimana Cara Memberi Dukungan yang Tepat?

Menghadapi kehilangan anak bukanlah hal yang mudah, tapi dengan dukungan yang tepat, para orang tua dapat melewati masa sulit ini dengan lebih baik. Salah satu cara yang efektif adalah dengan memberi ruang bagi mereka untuk mengekspresikan perasaan mereka tanpa merasa dihakimi. Menurut psikolog klinis Dr. Lina Suryani, seorang ahli dalam bidang trauma dan kehilangan, “Para orang tua perlu merasa aman untuk menangis, marah, atau bahkan merasa bersalah. Itu adalah bagian alami dari proses penyembuhan.”

Jasa Backlink

Selain itu, penting juga untuk memberikan informasi yang benar tentang kehilangan anak. Banyak orang tua yang tidak tahu bahwa kehilangan anak bukanlah akhir dari hidup mereka, melainkan awal dari perjalanan panjang untuk belajar menerima dan melanjutkan hidup. Dalam beberapa kasus, pendampingan profesional seperti konseling atau kelompok dukungan dapat sangat membantu.

Peran Keluarga dan Masyarakat dalam Mendukung Orang Tua yang Kehilangan Anak

Keluarga dan lingkungan sekitar memiliki peran penting dalam membantu orang tua yang sedang berduka. Dalam banyak kasus, keluarga justru menjadi sumber dukungan terbesar. Namun, sayangnya, banyak dari mereka juga tidak tahu cara yang tepat untuk memberikan dukungan tersebut.

Sebuah studi yang diterbitkan oleh Journal of Family Psychology pada tahun 2025 menemukan bahwa orang tua yang memiliki dukungan emosional dari keluarga dan teman cenderung lebih cepat pulih dari duka. Mereka juga lebih mungkin untuk menjalani kehidupan dengan lebih positif dan bahagia. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk belajar bagaimana memberi dukungan yang sesuai dengan kebutuhan orang tua yang sedang berduka.

Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menawarkan bantuan praktis, seperti membantu urusan rumah tangga atau memberikan waktu untuk berbicara. Jangan menghindari topik kehilangan anak, tetapi cobalah untuk mendengarkan dengan penuh empati. Jika mereka ingin menangis, biarkan mereka menangis. Jika mereka ingin diam, biarkan mereka diam. Yang terpenting adalah memberi ruang bagi mereka untuk merasa diterima.

Kesimpulan: Kita Harus Lebih Empati terhadap Orang Tua yang Kehilangan Anak

Kehilangan anak adalah pengalaman yang sangat pribadi dan mendalam. Setiap orang tua memiliki cara sendiri dalam menghadapi duka, tetapi yang pasti, mereka membutuhkan dukungan dan empati dari orang sekitar. Dengan memahami bahwa kehilangan anak adalah bagian dari kehidupan, kita bisa belajar untuk lebih sensitif dan peduli terhadap perasaan orang lain.

Sebagai masyarakat, kita harus mulai mengubah pandangan kita terhadap topik ini. Jangan lagi menganggap kehilangan anak sebagai hal yang tabu. Justru, kita harus menjadi tempat yang aman bagi para orang tua yang sedang berduka. Seperti yang dikatakan oleh Stacey Skrysak, “Jangan membuat mereka harus menangis diam-diam demi menenangkan orang-orang sekitarnya.” Kitalah yang harus menjaga perasaannya, bukan sebaliknya.

Dengan empati dan pemahaman yang lebih besar, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung bagi para orang tua yang sedang berjuang melawan duka. Karena setiap kehilangan anak adalah cerita yang layak didengar, dan setiap orang tua berhak untuk merasa didukung dan diterima.