Di tengah keragaman budaya dan tradisi yang kaya, Nepal memiliki satu keunikan yang sangat menarik perhatian dunia. Di sana, seorang balita perempuan bisa menjadi dewi pujaan seantero negeri. Tradisi unik ini dikenal sebagai Dewi Kumari, atau dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai dewi hidup. Kehidupannya begitu istimewa, karena ia dianggap sebagai wujud nyata dari kekuatan spiritual yang harus dihormati dan disembah oleh masyarakat setempat. Salah satu aturan utama yang diterapkan adalah bahwa sang dewi tidak boleh menyentuh bumi.
Tradisi ini berakar dari keyakinan agama Hindu dan Budha yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Menurut mitos, Dewi Kumari adalah representasi dari kekuatan alam semesta yang lahir dari perut dewi. Ia dipilih melalui ritual khusus yang dilakukan oleh para pemuka agama. Proses pemilihan ini sangat ketat, dengan penilaian terhadap 32 ciri kesempurnaan fisik seorang anak. Anak perempuan yang terpilih akan menjalani kehidupan yang sangat berbeda dari anak-anak biasanya.
Selain tidak boleh menyentuh bumi, Dewi Kumari juga dilarang berkomunikasi dengan orang lain selain keluarga dekat dan pemimpin kuil. Selama masa jabatannya, ia hanya duduk dan menerima pemujaan dari pengikutnya. Ketika haid pertamanya tiba, maka ia dianggap telah “berubah” dan harus digantikan oleh seorang anak perempuan lain. Tradisi ini terus berlangsung hingga saat ini, meskipun banyak kalangan yang mempertanyakan etika dan dampak psikologis terhadap anak-anak yang terpilih.
Sejarah dan Asal Usul Dewi Kumari
Sejarah Dewi Kumari dimulai pada abad ke-12 Masehi, ketika Raja Jayaprakash Malla dari Dinasti Malla mencoba mengadakan pertemuan rahasia dengan Dewi Taleju. Dalam sebuah cerita legendaris, istri raja menyaksikan pertemuan tersebut dan akhirnya membuat Dewi Taleju marah. Untuk menghindari konsekuensi yang lebih buruk, raja harus mencari reinkarnasi dari dirinya sendiri dalam bentuk seorang anak perempuan.
Dari sini, tradisi pemilihan Dewi Kumari mulai berkembang. Pemilihan dilakukan oleh para pemuka agama di kuil suci, yang kemudian melakukan penilaian melalui Battis Lakhshanas, yaitu penilaian berdasarkan 32 ciri kesempurnaan fisik manusia. Anak perempuan yang terpilih harus memiliki wajah yang sempurna, kulit bersih, serta postur tubuh yang ideal. Karena itu, pemilihan dilakukan secara ketat agar hanya anak-anak yang benar-benar cocok untuk menjadi Dewi Kumari.
Salah satu hal yang membuat tradisi ini unik adalah larangan bagi Dewi Kumari untuk menyentuh bumi. Ia harus digendong atau ditandu terus-menerus agar kemurniannya tetap terjaga. Ini menjadi salah satu aturan paling ketat dalam tradisi ini. Bahkan, ketika ia ingin keluar dari kuil, ia hanya diperbolehkan melakukan perjalanan satu kali setahun, yaitu saat festival Bhoto Jatra, yang merupakan perayaan untuk merayakan musim hujan dan panen.
Kehidupan Seorang Dewi Kumari
Kehidupan seorang Dewi Kumari sangat berbeda dari kehidupan anak-anak biasa. Mereka tidak boleh bermain seperti anak seusianya, tidak boleh berlarian, dan harus tetap duduk tenang. Banyak dari mereka tidak diberi kesempatan untuk belajar di sekolah formal, karena kehidupan mereka terfokus pada ritual dan pemujaan.
Namun, beberapa keluarga mulai memperhatikan pentingnya pendidikan bagi anak-anak yang terpilih menjadi Dewi Kumari. Misalnya, Ramesh Bajracharya, ayah dari seorang Kumari saat ini, memastikan bahwa putrinya tetap mendapatkan pendidikan formal. Ia juga mengajarkan anaknya bermain biola sebagai aktivitas sampingan.
Sementara itu, kakak dari sang Kumari, Bipsa Bajracharya, mengaku bahwa adiknya memiliki cara tersendiri untuk tetap bahagia. Ia suka membaca buku tentang princess seperti Cinderella dan Snow White. Ia juga senang dengan eyeliner dan bunga, yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-harinya.
Meski begitu, kehidupan seorang Dewi Kumari tetap sangat terbatas. Mereka tidak bisa berinteraksi bebas dengan dunia luar, dan hanya diperbolehkan keluar dari kuil sesekali. Hal ini membuat mereka sulit beradaptasi dengan kehidupan normal setelah masa jabatannya berakhir.
Nasib Para Kumari Setelah ‘Pensiun’
Setelah masa jabatannya berakhir, banyak mantan Kumari mengalami kesulitan besar dalam beradaptasi dengan kehidupan normal. Salah satunya adalah Somika Boyrachasya, mantan Kumari yang pertama kali mengenyam pendidikan sekolah formal setelah masa Kumarinya berakhir. Ia mengaku bahwa hidup setelah pensiun sangat berbeda.
“Tidak ada lagi pemujaan, tidak ada lagi kunjungan orang-orang. Hidup yang aku dan keluarga jalani pasca-Kumari jadi begitu sulit,” ujarnya kepada Vice dalam wawancara.
Chanira Bajracharya, mantan Kumari lainnya, juga mengalami kesulitan. Ia mengaku bahwa ia sulit berjalan dengan gerakan yang benar karena selama masa Kumarinya, ia selalu digendong atau ditandu. Dunia luar terasa asing baginya, dan ia merasa kesulitan untuk berinteraksi dengan orang-orang di luar kuil.
Meski begitu, beberapa mantan Kumari berhasil menyesuaikan diri dengan kehidupan normal. Beberapa bahkan berhasil melanjutkan studi mereka dan membangun karier. Namun, banyak dari mereka masih menghadapi tantangan psikologis dan sosial akibat kehidupan yang terlalu terbatas selama masa Kumarinya.
Kritik dan Tantangan terhadap Tradisi Kumari
Tradisi Dewi Kumari telah menjadi topik perdebatan selama bertahun-tahun. Banyak aktivis anak dan organisasi hak asasi manusia mengkritik sistem ini karena dianggap mengeksploitasi anak-anak. Mereka menilai bahwa anak-anak yang terpilih menjadi Dewi Kumari tidak diberi kesempatan untuk berkembang secara normal, baik secara intelektual maupun emosional.
Namun, pemerintah Nepal tetap melestarikan tradisi ini karena dianggap sebagai bagian dari warisan budaya dan agama. Bagi masyarakat setempat, Dewi Kumari adalah simbol kepercayaan dan keharmonisan antara manusia dan alam. Meskipun ada kritik, tradisi ini tetap dijaga dengan ketat.
Apa yang Harus Dilakukan Jika Anak Anda Terpilih?
Jika seorang balita perempuan Anda tiba-tiba terpilih menjadi Dewi Kumari, apa yang harus dilakukan? Pertama, pastikan bahwa anak tersebut diberi perlindungan dan dukungan yang cukup. Meski kehidupan mereka sangat terbatas, penting untuk memberikan pendidikan dan kesempatan untuk berkembang.
Selain itu, keluarga juga perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan psikologis dan sosial. Anak-anak yang terpilih sering mengalami isolasi dan kesulitan beradaptasi dengan kehidupan normal. Oleh karena itu, penting untuk memberikan dukungan emosional dan bimbingan yang tepat.
Kesimpulan
Dewi Kumari adalah salah satu tradisi unik yang ada di Nepal. Meskipun terlihat menarik dan istimewa, kehidupan seorang Dewi Kumari sangat terbatas dan penuh aturan. Tradisi ini telah bertahan selama ratusan tahun, namun kini mulai menghadapi kritik dan tantangan. Meski demikian, bagi masyarakat setempat, Dewi Kumari tetap menjadi simbol kepercayaan dan keharmonisan.
Jika Anda tertarik mengetahui lebih lanjut tentang tradisi ini, Anda dapat membaca artikel-artikel terkait dari sumber-sumber tepercaya seperti Vice dan SCMP. Mereka memberikan informasi lengkap tentang kehidupan seorang Dewi Kumari dan dampaknya terhadap anak-anak.