Tingkat kesuburan yang menurun di kawasan Asia Tenggara menjadi topik yang semakin mendapat perhatian, terutama setelah laporan terbaru tentang penurunan tingkat kesuburan total (TFR) di Malaysia. Angka ini mencerminkan tren global yang terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Penurunan ini tidak hanya memengaruhi struktur demografi, tetapi juga berpotensi mengakibatkan dampak sosial dan ekonomi jangka panjang. Dalam konteks regional, kebijakan pemerintah dan perubahan perilaku masyarakat menjadi faktor utama dalam menghadapi fenomena ini.
Banyak negara di Asia Tenggara mulai menyadari pentingnya memantau tingkat kelahiran untuk menjaga keseimbangan populasi. Di Malaysia, misalnya, tingkat kesuburan total pada 2022 mencapai 1,6 anak per perempuan, angka terendah dalam 50 tahun terakhir. Ini menunjukkan bahwa jumlah anak yang dilahirkan oleh wanita semakin sedikit, bahkan di bawah tingkat penggantian. Hal ini bisa berdampak pada penurunan jumlah penduduk secara keseluruhan serta penuaan populasi. Kondisi ini juga membuat negara-negara seperti Indonesia harus lebih waspada terhadap tren serupa.
Selain itu, penurunan tingkat kesuburan juga terkait dengan perubahan sosial dan ekonomi. Semakin banyak perempuan yang mengejar pendidikan dan karier, serta meningkatnya kesadaran akan pentingnya kontrol kelahiran, menjadi faktor pendorong utama. Di sisi lain, kebijakan pemerintah yang kurang efektif dalam mendukung keluarga besar juga turut berkontribusi. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang lebih komprehensif untuk menghadapi tantangan ini, baik melalui program keluarga berencana maupun insentif bagi keluarga yang memiliki anak lebih dari satu.
Penurunan Tingkat Kesuburan di Malaysia: Data Terbaru
Menurut laporan Departemen Statistik Malaysia (DOSM), tingkat kesuburan total (TFR) pada 2022 mencapai 1,6 anak per perempuan, turun dari 1,7 anak pada 2021. Angka ini merupakan yang terendah dalam lima dekade terakhir, menandai perubahan signifikan dari tingkat kesuburan yang sebelumnya stabil di atas 2,1 anak per perempuan hingga 2012.
Ketua DOSM, Datuk Seri Mohd Uzin Mahidin, menjelaskan bahwa penurunan ini menunjukkan adanya risiko krisis demografis. “Dari 1970 hingga 2012, tingkat kesuburan total nasional masih berada dalam area di atas 2,1 anak,” ujarnya. “Namun, sejak 2013, tingkat kesuburan telah turun di bawah tingkat penggantian, yang dapat menyebabkan masalah seperti penurunan total penduduk dan penuaan populasi.”
Selain itu, tren penurunan kesuburan juga terlihat di seluruh kelompok etnis utama di Malaysia. Misalnya, TFR tertinggi dialami oleh etnis Melayu, yaitu 2,1 anak per perempuan, sementara TFR terendah dicatatkan oleh etnis Tionghoa, yakni 0,8 anak per perempuan. Pada tingkat negara bagian, hanya beberapa wilayah seperti Terengganu, Kelantan, dan Pahang yang memiliki TFR di atas tingkat penggantian.
Perbandingan dengan Negara Lain di Asia Tenggara
Penurunan tingkat kesuburan di Malaysia bukanlah hal yang unik. Sejumlah negara di Asia Tenggara juga mengalami tren serupa. Misalnya, Vietnam, Brunei Darussalam, Thailand, Singapura, dan Malaysia sendiri mencatatkan penurunan TFR. Namun, beberapa negara seperti Filipina, Laos, Kamboja, dan Indonesia masih memiliki TFR di atas tingkat penggantian.
Menurut Mohd Uzin, penurunan TFR di Malaysia tidak sepenuhnya mengejutkan, karena beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Australia, Inggris, Jepang, dan Korea Selatan juga mengalami penurunan serupa. “Ini menunjukkan bahwa penurunan tingkat kesuburan adalah fenomena global yang tidak hanya terjadi di Asia Tenggara,” katanya.
Dampak Sosial dan Ekonomi dari Penurunan Tingkat Kesuburan
Penurunan tingkat kesuburan memiliki berbagai konsekuensi sosial dan ekonomi. Salah satunya adalah penuaan populasi, yang dapat membebani sistem jaminan sosial dan layanan kesehatan. Selain itu, jumlah tenaga kerja yang tersedia bisa berkurang, sehingga memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Di Malaysia, penurunan jumlah kelahiran hidup pada 2022 mencapai 3,8 persen dibandingkan 2021, dengan total kelahiran hanya mencapai 423.124 anak. Angka ini menunjukkan bahwa jumlah anak yang lahir semakin sedikit, yang berpotensi memengaruhi struktur usia penduduk.
Tren di Indonesia: Apakah Bisa Mengikuti Malaysia?
Di Indonesia, tren penurunan tingkat kesuburan juga terjadi. Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan bahwa TFR Indonesia akan terus menurun hingga 2045, mencapai 1,97 anak per perempuan. Ini berarti semakin sedikit perempuan yang memiliki anak lebih dari satu.
Meski saat ini TFR Indonesia masih berada di atas tingkat penggantian, penurunan ini bisa menjadi peringatan bagi pemerintah dan masyarakat. Jika tidak diimbangi dengan kebijakan yang tepat, Indonesia bisa menghadapi tantangan serupa dengan Malaysia, seperti penurunan jumlah penduduk dan penuaan populasi.
Upaya Pemerintah dan Masyarakat dalam Menghadapi Tren Ini
Untuk mengatasi penurunan tingkat kesuburan, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah yang lebih proaktif. Beberapa upaya yang bisa dilakukan antara lain:
- Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya keluarga besar melalui kampanye dan edukasi.
- Memberikan insentif bagi keluarga yang memiliki anak lebih dari satu, seperti subsidi pendidikan atau tunjangan kesehatan.
- Memperkuat program keluarga berencana dengan pendekatan yang lebih inklusif dan ramah lingkungan.
- Membangun sistem jaminan sosial yang lebih kuat untuk mendukung keluarga dengan anak banyak.
Selain itu, masyarakat juga perlu lebih sadar akan pentingnya keluarga besar. Dengan perubahan nilai dan norma sosial, mungkin saja keluarga besar kembali menjadi pilihan yang lebih dihargai.
Kesimpulan
Penurunan tingkat kesuburan di Malaysia dan beberapa negara lain di Asia Tenggara menunjukkan bahwa fenomena ini tidak hanya terjadi di satu tempat, tetapi merupakan tren global. Meskipun Indonesia saat ini masih memiliki TFR yang relatif tinggi, penurunan ini tetap perlu diperhatikan agar tidak mengarah pada krisis demografis di masa depan. Dengan kebijakan yang tepat dan kesadaran masyarakat yang lebih baik, Indonesia bisa menghindari risiko serupa dengan negara-negara lain.








