Aziza adalah seorang anak kecil berusia 2,5 tahun yang hidup dalam kesunyian sejak lahir. Ia mengalami tuli bawaan lahir atau congenital sensorineural hearing loss, kondisi yang membuatnya tidak mampu mendengar suara apapun. Kondisi ini terjadi karena gangguan pada koklea dan sel-sel rambut pendengaran di telinga. Meski begitu, Aziza kini sedang berjuang untuk memecah kesunyian dengan bantuan teknologi medis dan dukungan keluarga.

Kehidupan Aziza sebelum diagnosis terasa seperti sebuah misteri. Keluarganya awalnya hanya mengira ia mengalami keterlambatan bicara. Namun, setelah melalui serangkaian pemeriksaan medis, mereka mengetahui bahwa Aziza mengalami gangguan pendengaran sangat berat. Kondisi ini menjadi momen penting bagi ibunya, Illian, yang sebelumnya tidak pernah membayangkan bahwa putrinya akan menghadapi tantangan ini.

Ketika Illian menyanyikan lagu nina bobok untuk Aziza, ia menyadari bahwa anaknya tidak merespons sama sekali. Hal ini memicu kekhawatiran yang akhirnya memaksa keluarga untuk segera mencari solusi. Dengan bantuan BPJS, mereka bisa mengakses layanan kesehatan secara gratis. Namun, biaya pengobatan dan alat bantu dengar tetap menjadi tantangan besar.

Tuli Bawaan Lahir: Penyebab dan Deteksi Dini

Tuli bawaan lahir atau congenital sensorineural hearing loss adalah kondisi ketika bayi lahir dengan gangguan pendengaran. Menurut laman Lurie Childrens, kondisi ini biasanya tidak disebabkan oleh genetik, meskipun ada kemungkinan turunan. Pada beberapa kasus, penyebabnya bisa berasal dari infeksi saat ibu hamil, seperti virus TORCHS, campak, atau gondong. Penggunaan obat tertentu selama kehamilan juga bisa berkontribusi pada kondisi ini.

Ilmiahnya, tuli bawaan lahir terjadi karena kerusakan pada sel-sel rambut koklea atau saraf pendengaran. Kondisi ini memengaruhi kemampuan seseorang untuk mendengar suara, terutama suara lemah atau nada tinggi. Di Indonesia, angka kejadian tuli bawaan lahir diperkirakan sekitar 0,1% dari total kelahiran. Namun, data ini sudah cukup lama, dan jumlahnya kemungkinan meningkat seiring pertumbuhan populasi.

Deteksi dini sangat penting untuk mengatasi tuli bawaan lahir. Di negara-negara maju, tes pendengaran dilakukan segera setelah bayi lahir. Namun, di Indonesia, masih banyak rumah sakit yang belum melakukan deteksi dini secara rutin. Ini membuat banyak orang tua terlambat mengetahui kondisi anaknya. Illian mengungkapkan bahwa ia sendiri baru mengetahui kondisi Aziza setelah menempuh studi S2 di Australia.

Jasa Stiker Kaca

Solusi Medis: Implan Koklea dan Terapi Suara

Setelah diagnosis, dokter menyarankan pemasangan implan koklea (cochlear implant) sebagai solusi utama. Implan ini adalah alat medis yang dipasang di kepala dan bekerja dengan prosesor suara di luar tubuh. Alat ini dapat membantu anak dengan gangguan pendengaran berat untuk mendengar suara dan belajar berbicara.

Jasa Backlink

Namun, biaya pengoperasian dan alat ini sangat mahal. Satu pasang implan dan prosesor suara bisa mencapai harga antara Rp 160 juta hingga Rp 580 juta. Untuk keluarga Illian, yang memiliki penghasilan terbatas, biaya ini menjadi tantangan besar. Setelah melakukan penggalangan dana melalui media sosial dan grup chatting, mereka berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 233 juta. Uang tersebut digunakan untuk membeli satu pasang implan dan prosesor suara seharga Rp 320 juta.

Selama menunggu operasi, Aziza menggunakan alat bantu dengar (ABD) sementara. ABD ini membantu ia mendengar suara lebih jelas, meski tidak sepenuhnya mengembalikan fungsi pendengarannya. Setelah operasi, Aziza akan menjalani auditory verbal therapy (AVT) selama 1–3 tahun. Terapi ini bertujuan untuk melatih kemampuan pendengaran dan berbicara agar Aziza bisa berkomunikasi secara normal.

Peran Orang Tua dalam Proses Pemulihan

Peran orang tua sangat penting dalam proses pemulihan anak dengan gangguan pendengaran. Illian mengatakan bahwa dukungan keluarga dan lingkungan sangat dibutuhkan untuk membantu Aziza tumbuh secara optimal. Selain itu, orang tua juga harus aktif dalam mengikuti terapi dan memastikan anak terus belajar berbicara.

Illian juga memberi pesan kepada para orang tua yang memiliki anak dengan kondisi serupa. Ia menyarankan agar jangan mudah menyerah dan tetap percaya pada masa depan. “Jangan menyia-nyiakan waktu karena anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran butuh dukungan dari orang tua,” katanya.

Selain itu, Illian mengajak para orang tua untuk lebih waspada terhadap kondisi kesehatan janin selama kehamilan. Tes TORCHS sebelum atau di awal kehamilan bisa membantu mendeteksi potensi risiko tuli bawaan lahir.

Donasi dan Kesadaran Masyarakat

Untuk mempercepat proses pemulihan Aziza, Illian dan keluarga membuka kesempatan donasi. Dana yang dikumpulkan akan digunakan untuk melengkapi implan dan prosesor suara yang diperlukan. Donasi bisa ditransfer ke rekening BNI atas nama Illian Deta Arta Sari dengan nomor rekening 0245762095 atau rekening Australia NAB dengan BSB 083457-990218964.

Selain itu, masyarakat juga bisa berpartisipasi dengan menyebarluaskan cerita Aziza melalui media sosial. Semakin banyak orang yang mengetahui kisah ini, semakin besar peluang Aziza untuk mendapatkan bantuan.

Tips untuk Orang Tua dengan Anak Tuli

Bagi orang tua yang memiliki anak dengan gangguan pendengaran, berikut beberapa langkah yang bisa diambil:

– Lakukan deteksi dini sejak bayi lahir.

– Gunakan alat bantu dengar atau implan koklea sesuai rekomendasi dokter.

– Ikuti terapi suara dan verbal secara rutin.

– Libatkan keluarga dan lingkungan dalam proses pembelajaran.

– Jaga semangat dan jangan mudah menyerah.

Dengan dukungan yang tepat, anak dengan gangguan pendengaran bisa tumbuh menjadi individu yang mandiri dan berkualitas. Seperti Aziza, yang kini sedang berjuang untuk memecah kesunyian dan menggapai dunia yang lebih nyaring.

Kesimpulan

Kisah Aziza mengingatkan kita betapa pentingnya deteksi dini dan dukungan komunitas dalam menghadapi kondisi medis yang kompleks. Dengan teknologi modern dan peran aktif orang tua, anak dengan tuli bawaan lahir bisa memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang. Semoga kisah Aziza bisa menjadi inspirasi bagi banyak keluarga lain yang menghadapi tantangan serupa.