Dalam era digital dan bisnis yang semakin berkembang, kebutuhan untuk memahami regulasi hukum terkait usaha menjadi sangat penting. Salah satu aspek krusial dalam menjalankan bisnis makanan adalah pemenuhan izin distribusi yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah. Dalam konteks ini, dua jenis izin yang sering dijumpai adalah BPOM Edar Permit dan SPP-IRT. Keduanya memiliki perbedaan signifikan baik dari segi pengajuan, syarat, maupun penggunaannya.

BPOM Edar Permit dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai izin resmi untuk mendistribusikan makanan yang telah diproses. Sementara itu, SPP-IRT adalah surat keterangan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada produk makanan rumah tangga yang memenuhi standar keamanan dan kualitas. Meskipun keduanya berfungsi sebagai izin distribusi, mereka memiliki perbedaan yang jelas dalam hal otoritas pemberi izin, jenis makanan yang diperbolehkan, serta prosedur pendaftarannya.

Bagi pelaku usaha kecil menengah (UKM), memilih jenis izin yang tepat sangat penting. Jika bisnis masih dalam tahap awal dan hanya menghasilkan produk rumah tangga, SPP-IRT bisa menjadi pilihan yang lebih mudah dan murah. Namun, ketika bisnis berkembang dan produksi meningkat, maka BPOM Edar Permit akan menjadi wajib. Perbedaan ini mencerminkan strategi pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen sekaligus memberikan ruang bagi UKM untuk berkembang.

Jasa Backlink

Selain itu, ada beberapa jenis makanan yang tidak dapat menggunakan SPP-IRT karena memerlukan izin yang lebih ketat. Misalnya, makanan yang melalui proses sterilisasi komersial atau makanan khusus seperti susu formula bayi dan makanan untuk pasien diabetes. Dalam kasus-kasus ini, BPOM Edar Permit menjadi solusi utama. Hal ini menunjukkan bahwa setiap jenis makanan memiliki regulasi tersendiri yang harus dipatuhi sesuai dengan tingkat risiko dan dampak terhadap kesehatan masyarakat.

Proses pengajuan BPOM Edar Permit dan SPP-IRT juga berbeda. Untuk BPOM, pelaku usaha harus mengajukan dokumen lengkap termasuk sertifikat GMP/HACCP, hasil audit fasilitas produksi, dan surat keterangan kesehatan. Sementara itu, untuk SPP-IRT, prosesnya lebih sederhana dan dilakukan melalui layanan satu pintu di tingkat kabupaten/kota. Meski demikian, kedua proses ini tetap memerlukan persiapan yang matang agar tidak mengalami penolakan atau penundaan.

Ketentuan masa berlaku izin juga berbeda. BPOM Edar Permit berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang 10 hari sebelum masa berlakunya habis. Sementara SPP-IRT berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang 6 bulan sebelum masa berlakunya habis. Jika izin sudah habis, produk tidak boleh lagi diproduksi atau didistribusikan. Ini menunjukkan pentingnya pemantauan dan pengelolaan izin secara berkala.

Untuk para pelaku usaha, memahami perbedaan antara BPOM Edar Permit dan SPP-IRT adalah langkah awal yang penting dalam menjalankan bisnis makanan. Dengan pemahaman yang benar, bisnis dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Selain itu, penggunaan layanan legal dan digital seperti DiBA dan DiLA dapat membantu mempermudah proses pengurusan izin dan kepatuhan hukum.

Definisi BPOM Edar Permit dan SPP-IRT

BPOM Edar Permit adalah izin resmi yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mendistribusikan makanan yang telah diproses. Izin ini diberikan setelah makanan tersebut melewati berbagai proses evaluasi keamanan, kualitas, dan nutrisi. Tujuan dari izin ini adalah untuk memastikan bahwa semua makanan yang diperjualbelikan di pasar Indonesia aman dikonsumsi dan sesuai dengan standar nasional.

Sementara itu, SPP-IRT (Surat Keterangan Pemenuhan Persyaratan IRT) adalah surat keterangan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada produk makanan rumah tangga yang memenuhi persyaratan keamanan dan kualitas. SPP-IRT biasanya digunakan oleh pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang belum memiliki skala produksi besar. Surat keterangan ini memberikan kepastian hukum bahwa produk tersebut aman dikonsumsi dan layak untuk diedarkan di pasar.

Meskipun keduanya berfungsi sebagai izin distribusi, perbedaan utamanya terletak pada otoritas pemberi izin dan jenis makanan yang diperbolehkan. BPOM Edar Permit dikeluarkan oleh lembaga pusat, sedangkan SPP-IRT dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Selain itu, BPOM Edar Permit berlaku untuk semua jenis makanan yang diproses, sementara SPP-IRT hanya berlaku untuk makanan rumah tangga yang memenuhi syarat tertentu.

Jenis Makanan yang Memerlukan BPOM Edar Permit

Tidak semua jenis makanan memerlukan BPOM Edar Permit. Berdasarkan regulasi yang berlaku, makanan yang memerlukan izin ini antara lain:

  • Makanan yang diperkaya nutrisi (fortifikasi).
  • Makanan dengan standar nasional Indonesia (SNI).
  • Makanan yang merupakan bagian dari program pemerintah.
  • Makanan yang ditujukan untuk uji coba pasar.
  • Bahan tambahan pangan (BTP).

Namun, ada beberapa jenis makanan yang tidak memerlukan BPOM Edar Permit. Contohnya adalah makanan yang diproduksi oleh industri rumah tangga, makanan dengan umur simpan kurang dari tujuh hari, dan makanan yang diimpor dalam jumlah kecil untuk keperluan sampel, penelitian, atau konsumsi sendiri. Selain itu, makanan yang digunakan sebagai bahan baku dan tidak langsung dijual kepada konsumen juga tidak memerlukan izin ini.

Jasa Stiker Kaca

Pemahaman tentang jenis makanan yang memerlukan BPOM Edar Permit sangat penting bagi pelaku usaha. Hal ini memungkinkan mereka untuk mempersiapkan izin yang diperlukan sejak awal dan menghindari risiko pelanggaran hukum. Dengan demikian, bisnis dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Jenis Makanan yang Dapat Mendapatkan SPP-IRT

SPP-IRT diberikan untuk makanan yang diproduksi oleh industri rumah tangga dan diperdagangkan dalam kemasan retail. Beberapa jenis makanan yang dapat memperoleh SPP-IRT antara lain:

  • Produk daging kering (seperti keripik daging, kulit keripik, dan sejenisnya).
  • Produk ikan kering (seperti ebi, saus udang kering, ikan asin, dan sejenisnya).
  • Produk ayam kering (seperti kulit ayam goreng, daging ayam rebus, dan sejenisnya).
  • Produk sayuran olahan (seperti acar, jamur kering, rumput laut manis, dan sejenisnya).
  • Produk kelapa olahan (seperti geplak, serundeng kelapa, dan sejenisnya).
  • Produk tepung dan olahannya (seperti kue kering, pastri, mi goreng, moci, rempeyek, dumpling, dan sejenisnya).
  • Minyak dan lemak (seperti minyak kelapa, minyak wijen, dan sejenisnya).
  • Selai, jelly, dan sejenisnya (seperti jelly agar, selai jeruk, selai rumput, dan sejenisnya).
  • Gula, permen, dan madu (seperti permen, coklat, permen kapas, madu, sirup, dan sejenisnya).
  • Kopi dan teh kering (seperti kopi bubuk, teh hijau, dan sejenisnya).
  • Bumbu masak (seperti bumbu kering, saus kecap, saus cabai, saus kacang, dan sejenisnya).
  • Bumbu rempah (seperti jahe kering/powder, lada putih/hitam kering/powder, dan sejenisnya).
  • Minuman bubuk (seperti kopi bubuk, minuman rasa, dan sejenisnya).
  • Produk buah olahan (seperti keripik buah, buah asam, keripik pisang, dan sejenisnya).
  • Produk biji-bijian, kacang-kacangan, dan umbi-umbian (seperti rengginang, emping, kacang goreng, kwaci, opak, dan sejenisnya).

Produk-produk ini umumnya diproduksi dalam skala kecil dan digunakan untuk kebutuhan pasar lokal. Dengan adanya SPP-IRT, pelaku usaha dapat memastikan bahwa produk mereka memenuhi standar keamanan dan kualitas yang diperlukan. Hal ini juga memberikan kepercayaan kepada konsumen bahwa produk yang dibeli aman dan layak dikonsumsi.

Pengecualian untuk SPP-IRT

Meskipun SPP-IRT diberikan untuk makanan rumah tangga, ada beberapa jenis makanan yang tidak dapat menggunakan izin ini. Makanan-makanan tersebut harus mengajukan izin BPOM Edar Permit karena memerlukan penilaian yang lebih ketat. Contoh makanan yang tidak dapat menggunakan SPP-IRT antara lain:

  • Produk yang melalui proses sterilisasi komersial (pasteurisasi).
  • Makanan beku yang memerlukan penyimpanan di freezer.
  • Makanan khusus seperti makanan diet dan makanan medis (makanan pendamping, penambah ASI, susu formula bayi, formula lanjutan, makanan untuk penderita diabetes).
  • Produk industri rumah tangga yang diimpor dari luar negeri.

Pengecualian ini menunjukkan bahwa setiap jenis makanan memiliki regulasi tersendiri yang harus dipatuhi. Pelaku usaha harus memahami jenis makanan yang diperlukan izin BPOM Edar Permit agar tidak terkena sanksi hukum. Dengan demikian, bisnis dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Cara Mendapatkan BPOM Edar Permit

Untuk mendapatkan BPOM Edar Permit, pelaku usaha harus mengajukan permohonan secara langsung atau secara elektronik. Proses pengajuan ini melibatkan pengisian formulir dan penyediaan dokumen-dokumen yang diperlukan. Dokumen-dokumen tersebut antara lain:

  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
  • Izin usaha di bidang produksi makanan.
  • Hasil audit fasilitas produksi atau sertifikat PMR Charter atau CPPOB.
  • Akta notaris pendirian perusahaan.
  • Surat kuasa untuk mendaftarkan makanan yang diproses jika diwakili.

Untuk makanan yang diimpor, terdapat dokumen tambahan yang harus disiapkan, yaitu:

  • Izin usaha perdagangan (SIUP) atau Nomor Identifikasi Impor (API) atau Surat Penunjukan sebagai Importir Terdaftar (IT) untuk minuman keras.
  • Hasil audit fasilitas distribusi.
  • Sertifikat GMP/HACCP/ISO 22000/PMR Charter atau sertifikat serupa yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang atau hasil audit dari pemerintah setempat.
  • Surat penunjukan dari perusahaan asal luar negeri.
  • Surat keterangan kesehatan atau sertifikat bebas jual.

Setelah dokumen lengkap diajukan, BPOM akan melakukan evaluasi. Hasil evaluasi dapat berupa permintaan data lengkap/penjelasan, penolakan, atau persetujuan. Jika persetujuan diberikan, BPOM akan menerbitkan izin distribusi makanan yang telah diproses. Proses ini memastikan bahwa semua makanan yang diperjualbelikan di pasar Indonesia aman dikonsumsi dan sesuai dengan standar nasional.

Cara Mendapatkan SPP-IRT

Untuk mendapatkan SPP-IRT, pelaku usaha harus mengajukan permohonan ke unit layanan terpadu satu pintu (PTSP) di kota/kabupaten tempat usaha beroperasi. Proses pengajuan ini melibatkan pengisian formulir dan penyediaan dokumen-dokumen yang diperlukan. Dokumen-dokumen tersebut antara lain:

  • Sertifikat atau izin usaha dari camat.
  • Desain label makanan.
  • Sertifikat konsultasi keamanan pangan.
  • Denah dan foto lokasi produksi.

Setelah formulir dan dokumen lengkap diajukan, PTSP akan melakukan pemeriksaan terhadap aplikasi. Setelah formulir dan dokumen lolos pemeriksaan administratif, petugas dinas kesehatan akan melakukan inspeksi ke lokasi produksi IRTP. Jika hasil inspeksi menunjukkan bahwa IRTP berada dalam level I – II, dinas kesehatan akan memberikan rekomendasi untuk SPP-IRT. Regent/mayor melalui PTSP kemudian akan menerbitkan SPP-IRT kepada pemohon yang memenuhi syarat.

Proses ini memastikan bahwa semua makanan yang diperjualbelikan di pasar Indonesia aman dikonsumsi dan sesuai dengan standar nasional. Dengan demikian, pelaku usaha dapat memperoleh kepastian hukum dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang mereka tawarkan.

Masa Berlaku Izin

BPOM Edar Permit berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang 10 hari sebelum masa berlakunya habis. Proses perpanjangan dilakukan melalui re-registrasi. Jika izin sudah habis, produk tidak boleh lagi diproduksi atau didistribusikan. Namun, jika izin sedang dalam proses re-registrasi atau telah diperpanjang, produk dapat terus diedarkan selama maksimal 6 bulan sejak izin tidak lagi berlaku.

Sementara itu, SPP-IRT berlaku selama 5 tahun sejak diterbitkan dan dapat diperpanjang melalui pengajuan SPP-IRT di PTSP paling lambat 6 bulan sebelum masa berlakunya habis. Jika masa berlaku SPP-IRT sudah habis, makanan yang diproduksi tidak boleh lagi diedarkan. Hal ini menunjukkan pentingnya pemantauan dan pengelolaan izin secara berkala agar bisnis dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Perbedaan Antara BPOM Edar Permit dan SPP-IRT

Berikut adalah tabel perbandingan antara BPOM Edar Permit dan SPP-IRT:

Kriteria BPOM Edar Permit SPP-IRT
Definisi Izin distribusi yang diberikan untuk semua jenis makanan yang diproses sehingga dapat diperjualbelikan. Izin distribusi yang diberikan kepada industri rumah tangga.
Otoritas Pemberi Izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Pemerintah Daerah (Wali Kota/Bupati).
Jenis Makanan Semua makanan yang diproses kecuali yang termasuk dalam industri rumah tangga. Makanan yang diproduksi oleh industri rumah tangga, kecuali makanan yang wajib diperkaya nutrisi dan makanan dengan klaim.
Masa Berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang 10 hari sebelum izin berlaku habis. 5 tahun dan dapat diperpanjang 6 bulan sebelum masa berlaku habis.
Label BPOM RI MD (untuk produk dalam negeri) atau BPOM RI ML (untuk produk impor). P-IRT.

Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan bahwa setiap jenis izin memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pelaku usaha harus memahami perbedaan ini agar dapat memilih izin yang sesuai dengan kebutuhan bisnis mereka. Dengan demikian, bisnis dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.